Reksadana saham belum mampu kalahkan IHSG



JAKARTA. Kinerja reksadana saham belum mampu mengalahkan Indeks Harga Saham Gabungan. Namun prospeknya hingga akhir tahun diprediksi relatif membaik.

Mengutip data Infovesta Utama, kinerja indeks reksadana saham (IRDSH) bulanan Februari sebesar 2,62% masih di bawah IHSG dalam rentang waktu sama yang senilai 3,04%. Hal serupa juga terjadi pada kinerja sejak akhir tahun 2014 alias year to date (ytd). Dalam kurun waktu ini kinerja IRDSH sebesar 3,26% dan IHSG mencapai 4,27%.

Analis Infovesta Utama Vilia Wati mengatakan sepanjang 2015 ini pergerakan IRDSH relatif lebih agresif dibanding IHSG. Menurut Vilia saat IHSG mencatat kenaikan harian, IRDSH mampu bergerak lebih tinggi dibanding kenaikan IHSG. “Begitu pula sebaliknya, pada saat IHSG terkoreksi, rata-rata reksadana saham umumnya terkoreksi lebih dalam,” ujar Vilia.


Sementara lanjutnya pergerakan saham relatif mixed antara komposisi IHSG dengan IRDSH. Menurut Vilia kombinasi dari pergerakan reksadana saham yang lebih agresif termasuk pada saat koreksi harian serta pergerakan harian IHSG yang cenderung tipis selama 2 bulan terakhir ini, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan IRDSH sedikit tertinggal dibandingkan dengan IHSG.

Senior Fund Manager BNI Asset Management (BNI-AM) Hanif Mantiq mengatakan kalahnya IRDSH dengan IHSG bisa jadi disebabkan manajer investasi salah strategi sejak 2014 silam. “Misalkan akhir 2014 itu banyak yang ambil posisi defensif seperti mengoleksi PGAS yang memang dikenal sebagai saham defensif. Tapi ternyata di 2015 saham itu sudah turun dari Rp 6.000 ke Rp 5.300,” papar Hanif.

Dengan strategi portofolio yang tepat, reksadana saham dapat memaksimalkan imbal hasil (return). PT Pratama Capital Assets Management bahkan menempat tiga produknya sekaligus dalam jajaran lima besar reksadana saham dengan return tertinggi sejak akhir tahun 2014 alias year to date (ytd).

Presiden Direktur Pratama Capital Assets Management, Iwan Margana menyebut pihaknya telah mengambil ancang-ancang strategi sejak Oktober 2014 silam. “Dulu kita prediksi akan ada penurunan inflasi awal 2015. Sekarang ternyata bahkan deflasi. Efek ini akan menimbulkan tingkat suku bunga acuan rendah,” ujar Iwan.

Ia melanjutkan prediksi ini ternyata benar bahwa akhirnya Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya per 17 Februari 2015 lalu menjadi 7,5%. Aplikasinya dalam strategi reksadana saham Pratama Capital ialah mengoleksi saham-saham yang mendapat keuntungan dari penurunan BI rate ini atau yang disebut Iwan sebagai interest sensitive stock.

“Interest sensitive stock yang kita pilih seperti perbankan, properti, kontraktor dan otomotif,” ujarnya. 

Ia menambahkan tren ini akan berlangsung hingga akhir 2015 nanti. Ia bahkan memprediksi bisa saja level BI rate di bawah 7% pada akhir 2015 nanti.

Dengan catatan, pemerintah berhasil memperbaiki distribusi barang sehingga dapat menekan laju inflasi tahunan di bawah 4,5%. Sehingga menurutnya Pratama Capital belum akan mengubah strategi portofolio pemilihan saham yakni masih berdasarkan pada interest sensitive stock tadi.

Hanif juga mengatakan sepanjang 2015 pihaknya menggunakan strategi memilih saham yang diuntungkan oleh penurunan BI rate. BNI-AM Dana Berkembang produk milik BNI-AM misalnya salah satu produk yang menerapkan strategi tersebut. Tak heran jika produk ini menempati urutan ke-3 reksadana saham return tertinggi ytd.

“Kami koleksi properti dan konsumer,” papar Hanif. Menurutnya harga saham properti akan naik seiring penurunan tingkat suku bunga. Pasalnya turunnya tingkat suku bunga akan direspon dengan turunnya tingkat bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) oleh perbankan. Sehingga masyarakat akan lebih tertarik membeli properti.

Turunnya tingkat suku bunga menurut Hanif juga berdampak pada daya beli masyarakat yang meningkat. Alhasil kinerja emiten sektor konsumer akan ikut naik.

Hanif dan Iwan kompak memproyeksi IHSG akhir tahun ini bisa di level 6.000. Proyeksi Iwan kinerja reksadana saham tahunan pada akhir tahun bisa sekitar 25% hingga 35% sementara prediksi Hanif antara 15% hingga 20%. Vilia memprediksi kinerja reksadana saham masih sekitar 14%. “potensi fluktuasi atau koreksi tipis mungkin terjadi akibat realisasi keuntungan (profit taking) yang dilakukan oleh investor menyusul kenaikan IHSG yang terus mencetak rekor tertinggi baru,” ungkap Vilia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto