Rel baru kereta cepat Jkt-Sby cuma sampai Semarang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perhubungan masih terus mencari opsi terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya. Maklum saja, pemerintah masih mencari cara menekan nilai investasi proyek itu. Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menyatakan pemerintah melihat opsi penggunaan narrow gauge bisa menekan angka investasi. Ia bilang pembangunan rel sempit itu akan dilakukan secara bertahap. "Dalam diskusi kita akan arahkan ke narrow gauge, supaya proses pembangunan ini bisa disimultankan dengan jalur existing," kata Budi di Kantor Kementerian Perhubungan, Kamis (14/12). Ia menambahkan, pembangunan tahap pertama rencananya dilakukan untuk jalur Jakarta-Semarang terlebih dahulu yang akan dilaksanakan pada tahun 2019 dan ini ditargetkan bisa selesai pada tahun 2020. Nah bila sudah terbangun narrow gauge artinya kereta yang berangkat dari Jakarta menuju Surabaya, bisa dikombinasikan menggunakan jalur baru dan jalur lama, termasuk kereta api dari Jakarta menuju Solo. "Kita minta jalur yang bisa dipakai satu proses dan anggarannya yang lebih affordable,"imbuhnya. Pemerintah juga masih melakukan studi penggunaan teknologi kereta. Tapi ia menyatakan pihaknya tetap menginginkan kecepatan kereta antara 120 km -130 km per jam atawa dengan waktu tempuh Jakarta-Surabaya di bawah enam jam. Sementara itu, dengan opsi kombinasi narrow gauge dan jalur existing, serta kecepatan kereta yang diinginkan itu, pemerintah akan mengeluarkan biaya investasi sekitar Rp 51,3 triliun. Tapi Budi Karya masih meminta Jepang untuk menekan biaya investasi tersebut.

Lantaran untuk pembangunan proyek ini pemerintah Indonesia akan berutang selama 40 tahun. "Karena pakai APBN, tapi baru mulai tahun 2019, Jepang bersedia memberikan loan,"jelas Budi. Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan saat bertemu Perdana Menteri Shinzo Abe di Tokyo (13/12) untuk melihat struktur pendanaan agar lebih efisien. Luhut bilang, jangan sampai Indonesia sudah terlanjur menggandeng Jepang, namun ada pihak lain yang bisa menawarkan pendanaan yang lebih murah. “Jangan sampai pembengkakan utang berlebihan yang tidak jelas pengembaliannya. Indonesia sekarang berbeda dengan dulu, tidak bisa asal berutang saja. Kita betul-betul hitung dengan cermat," tegas Luhut pada keterangan tertulisnya, Kamis (14/12).

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina