Relaksasi aturan hedging swap bikin bisnis hedging perbankan moncer



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Relaksasi transaksi hedging swap yang dilakukan Bank Indonesia menjadi pengungkit bisnis perbankan. Apalagi, bank sentral menurunkan minimal transaksi FX swap lindung nilai alias hedging serta mempermudah persyaratan dokumen sebagai underlying transaksi lindung nilai itu.

Rico Rizal Budidarmo Direktur Bisnis Tresuri dan Internasional BNI menyebut, relaksasi transaksi hedging swap ini bisa meningkatkan volume hedging valas. Dengan batasan minimum US$ 2 juta akan mengungkit transaksi hedging oleh konsumen.

Kenaikan volume hedging ini seiring dengan bunga hedging swap yang semakin murah. "Relaksasi BI terkait kewajiban marginal deposito merupakan insentif agar pelaku bisnis memanfaatkan instrumen hedging dengan persyaratan lebih ringan," kata Rico.


Darmawan Junaidi Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri bilang relaksasi transaksi hedging ini akan meningkatkan kepercayaan diri investor asing dan pelaku pasar. "Percaya bahwa likuditas rupiah terjaga cukup dan juga ketersediaan USD di pasar domestik," kata Darmawan.

Sejak Senin (20/8) yang lalu, menurut catatan Bank Mandiri sudah terjadi peningkatan net sell oleh para eksportor. Namun, ia belum bisa menyebutkan angka termasuk proyeksi kenaikan dari bisnis ini. Terkait berapa patokan rupiah yang digunakan perusahaaan untuk melakukan hedging Darmawan belum enggan merinci.

Hal ini karena jika diinfokan akan melanggar market code of conduct. "Posisi nasabah bisa underwater nanti," kata Darmawan.

Paul Sutaryono, Pengamat Perbankan mengatakan, relaksasi ini diharapkan bisa menjangkau pelaku bisnis terutama eksportir lebih banyak lagi dari berbagai lini dan lapisan. "Saya memproyeksi kenaikan bisnis hedging bank dengan relaksasi fx swap bisa 10%–15%," ujar Paul.

Paul menyarankan, setiap aturan dan relaksasi sepatutnya dibahas dengan asosiasi terkait agar dapat berdampak positif lebih luas. Tentu saja ini jadi berdampak positif bagi perbankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie