Relaksasi aturan LTV belum tentu dorong kredit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bakal mendorong relaksasi kebijakan di sektor perumahan. Maklumlah, sektor ini leading sebagai penggerak ekonomi berbasis konsumer. 

Perry yang baru dilantik sebagai Gubernur BI ini berencana melonggarkan lagi aturan loan to value (LTV) sektor perumahan. Semakin longgar LTV, semakin kecil uang muka atau down payment (DP) yang perlu disetorkan konsumen. Dengan begitu, daya beli untuk membeli rumah semakin besar. 

Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Sugandi mengatakan, efektivitas relaksasi kebijakan LTV dan makroprudensial tergantung dari permintaan masyarakat. Dia melihat, permintaan kredit masih belum kuat. 


Kredit yang belum tumbuh ini desebabkan oleh perusahaan-perusahaan yang juga belum agresif untuk meminjam.

“Karena pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih tertekan,” kata Eric kepada KONTAN, Kamis (24/5).

Oleh karena itu, bank-bank pun belum terlalu agresif berikan pinjaman. Perbankan, menurut Eric, masih agak konservatif sebab beberapa bank sempat menghadapi kredit macet ketika harga komoditas jatuh.

“LTV dan kebijakan makroprudensial dikeluarkan untuk memfasilitasi sisi supply kredit, tapi kalau demand-nya masih belum kuat pertumbuhan kredit belum bisa secepat yang diharapkan BI,” jelasnya.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga mengatakan, siklus kredit termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) memang masih lambat. Ujung-ujungnya, menurut Josua, memang kembali lagi ke selera dari konsumen.

“Meskipun daya beli ada, tapi belum ada appetite-nya. Tahun 2016 kan sempat dilonggarkan, tapi belum juga mendongkrak. Jadi, ini berujung ke kemauan dan kemampuan untuk beli properti. Dari indeks properti BI, trennya masih agak flat” kata Josua kepada KONTAN.

Adapun dia mengatakan bahwa tanpa kenaikan suku bunga acuan 7DRR, demand-nya juga tidak bertambah, “Data rumah primer di survey BI terlihat belum tunjukkan uptrend,” ujarnya.

Namun demikian, dengan kebijakan ini diharapkan porsi KPR bisa lebih tinggi dan kualitas kredit bisa lebih dipertahankan. Oleh karena itu, kebijakan ini seharusnya hanya berlaku bagi rumah pertama saja.

“Prioritasnya memenuhi kebutuhan masyarakat saja. Alangkah baiknya ini prioritasnya nya untuk first time buyer bukan buat investor supaya pertumbuhan mortgage juga bagus,” kata Josua.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia