Relaksasi Ekspor Timbal dan Seng Kapuas Prima Coal (ZINC) Sampai Mei 2024



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) mendapatkan relaksasi ekspor untuk kedua komoditas mineral logamnya yakni timbal dan seng hingga Mei 2024. 

Perpanjangan izin ekspor ini diberikan seiring dengan dilaksanaknnya kebijakan moratorium penjualan mineral mentah keluar negeri pada 10 Juni 2023 lalu. 

Direktur Utama PT Kapuas Prima Coal Tbk Harjanto Widjaja menyampaikan, sesuai dengan Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba), pada 10 Juni 2023 pemerintah melarang ekspor mineral mentah khusus bagi perusahaan yang belum menyelesaikan pembangunan smelternya. Peraturan ini sejalan dengan didorongnya hilirisasi mineral di dalam negeri. 


“Namun pada 11 Juni 2023 sesuai dengan kebijakan pemerintah, salah satunya perusahaan kami mendapatkan relaksasi ekspor yang berlanjut sampai 31 Mei 2024,” jelasnya dalam paparan publik secara virtual, Rabu (28/6). 

Baca Juga: Giat Wujudkan Komitmen Program Hilirasi, ZINC Siap Tambah Devisa bagi Indonesia

Harjanto menyampaikan, saat ini pihaknya serius dan konsisten membangun smelter. Hal ini tercermin dari kemajuan fisik konstruksi smelter timbal milik PT Kapuas Prima Citra (KPC) sudah mencapai 100%. Harjanto mengungkapkan awal pembangunan dilaksanakan pada 2017 dan sejatinya sudah selesai di 2022. 

“Namun smelter timbal masih kami lakukan trial and error. Adapun penjualan hasil smelter ini belum dipasarkan dalam negeri karena masih bentuk bullion di mana bentuknya logam timbal dengan kadar 99,5% dan 0,5% nya merupakan perak. Jadi masih kami jual ke pasar internasional China,” terangnya. 

Kapasitas masukan smelter timbal ini sebanyak 40.000 ton konsentrat timbal dan kapasitas keluaran 20.000 ton bullion dengan kandungan 99,50% timbal. Teknologi yang digunakan ialah pirometalurgi dengan total investasi US$ 15 juta. 

Selain smelter timbal, pihaknya juga masih membangun smelter seng. Smelter yang dieksekusi PT Kobar Lamandau Mineral, sampai dengan Juni 2023 pembangunan fisiknya sudah mencapai 90,6%. 

Smelter ini memiliki kapasitas masukan sebesar 81.546 ton konsentrat seng yang akan menghasilkan 30.000 ton ingot dengan kadar 99,99% seng. Teknologi yang digunakan ialah hidrometalurgi dengan investasi US$ 67 juta.  

 
ZINC Chart by TradingView

Harjanto menjelaskan, pada awalnya smelter seng diprediksi rampung pada Juni 2023. Namun, akibat pandemi Covid-19 pembangunan smelter yang menggunakan kontraktor dari China otomatis terhambat.  Alhasil fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral seng ini baru akan beroperasi di kuartal III 2024. 

Dia memaparkan, saat ini Indonesia masih 100% mengimpor komoditas seng. Jika smelter seng dengan kapasitas 30.000 ton ingot seng pertahun ini beroperasi, pihaknya akan memenuhi 10%-15% kebutuhan nasional. 

“Smelter timbal dan seng kami adalah satu-satunya yang dibangun di Indonesia dan dalam waktu dekat kami berharap smelter timbal dapat berjalan dan smelter seng juga segera segera beroperasi  di tahun depan,” ujarnya. 

Harjanto mengakui, kebijakan relaksasi ekspor timbal dan seng hingga Mei 2024 tentu memberikan dampak yang positif bagi ZINC di tahun ini. 

Pasalnya saat ini porsi penjualan ZINC didominasi dari seng (Zn) atau 46,5% dari penjualan per kuartal I 2023 dan hingga sekarang smelter seng masih dalam proses pembangunan. Sedangkan, smelter timbal yang notabene sudah selesai, kontribusi penjualannya hanya 15,5% (per kuartal I 2023) ke penjualan perusahaan. 

Baca Juga: Kapuas Prima Coal (ZINC) Optimistis Dongkrak Kinerja di 2023

“Sehingga kalau kita berbicara dampak positif relaksasi ekspor ini tentu sangat positif sekali. Jadi  pas begitu smelter seng kami selesai, pada 31 Mei 2024 kami bisa menjual 100% dari batuan yang kami kelola,” tandasnya. 

Di sepanjang 2023 manajemen ZINC berharap target pendapatan bisa mencapai Rp 800 miliar dengan asumsi kondisi harga komoditas seng bisa rebound ke US$ 2.800 hingga US$ 3.000 per ton dan komoditas timbal bisa bergerak di sekitar US$ 2.000 hingga US$ 2.100 per ton. Sedangkan untuk harga besi kadar 62% diharapkan bisa di level US$ 120 hingga US$ 150 per ton. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .