JAKARTA. Sepucuk surat melayang ke meja Menko Perekonomian Darmin Nasution beberapa pekan sebelum kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence ke Indonesia pada 20 April 2017. Pengirimnya adalah perusahaan finansial asal Amerika Serikat, Goldman Sach. Ini bukan surat biasa-biasa saja. Isinya menyiratkan kegelisahan Goldman Sach atas gugatan US$ 1,1 miliar yang diajukan oleh Benny Tjokro, Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Perusahaan keuangan itu juga menyatakan, gugatan Benny bertentangan dengan promosi Indonesia untuk menjadi tujuan investasi global. Selain ke Darmin, Goldman menyurati Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, beberapa waktu sebelumnya. Isinya pun serupa.
Urusan Goldman Sach menambah daftar perusahaan Amerika yang tengah menghadapi problem bisnis di Indonesia. Sebelumnya, ada tarik ulur pajak Google, sanksi bagi JP Morgan, silang sengkarut negosiasi kontrak FreeportMcMoran di Indonesia, hingga urusan tagihan pajak dan ketidakjelasan proyek minyak laut dalam Chevron. Thomas Lembong menyatakan, masalah ini memang berisiko bagi iklim investasi Indonesia. Dia menandaskan bahwa tidak ada upaya untuk mempersulit investasi perusahaan AS di Indonesia. "Saya melihat tidak ada yang sengaja mempersulit," kata Thomas, kemarin (17/4). Ihwal masalah yang dihadapi Goldman, Thomas menyatakan telah menyurati Yasonna Laoly, Ketua Kelompok Kerja IV Penanganan dan Penyelesaian Kasus Satgas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi. Isinya, sengketa Goldman Sachs dengan Benny Tjokro berpotensi mempengaruhi iklim investasi dan minat investor, khususnya investor asing terhadap Indonesia. Oleh karena itu, menurut Thomas, pemerintah perlu memberi perhatian khusus atas masalah yang dihadapi Goldman Sachs. "Namun pemerintah tidak akan memberikan perlakukan khusus. Kita hormati proses hukum yang sedang berjalan," kata dia. Atas masalah ini Benny Tjokro enggan berkomentar. "Kalau soal Goldman saya tidak mau jawab. Sama
lawyer saya saja," katanya. Sebagai catatan, Goldman Sachs merupakan salah satu perusahaan
investment banking,
securities dan
investment management terbesar di dunia. Perusahaan ini juga memiliki kantor yang tersebar di dunia. Sejumlah petinggi perusahaan itu, kini juga memegang posisi kunci dalam bidang ekonomi dalam pemerintahan Donald Trump. Misalnya, Menteri Keuangan AS Steven Terner Mnuchin adalah eks bankir Goldman Sach.Pengamat Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyatakan, persoalan yang melibatkan perusahaan AS dengan perusahaan Indonesia atau Pemerintah RI perlu dicermati mendalam. Pemerintah tidak boleh gegabah mengambil tindakan. "Harus dilihat kasus per kasus," katanya. Sejumlah problem bisnis AS di Indonesia: 1. Freeport Indonesia - Sejak awal tahun ini, Freeport tidak bisa mengekspor konsentrat tembaga, emas dan perak. Akibatnya aktivitas produksi perusahaan ini turun 80%. Freeport diwajibkan membuat pabrik pengolahan dan pemurnian mineral. - Presiden dan CEO freeport McMoran Inc Richard C. Adkerson mengancam menggugat Pemerintah Indonesia ke arbitrase terkait aturan mengubah KK menjadi IUPK Operasi Produksi. - Pemerintah RI menuntut divestasi 51% saham Freeport. 2. Google - Persoalan bermula ketika Ditjen Pajak mempermasalahkan pajak Google yang hanya Rp 5,2 miliar pada 2015. Jumlah itu jauh dari perkiraan pendapatan Google di Indonesia sebesar Rp 5 triliun. - Pihak Google mengelak karena dari periode 2012-2015 pendapatan Google di Indonesia hanya Rp 74,5 miliar sehingga kewajiban pajaknya hanya Rp 18,4 miliar.
3. JPMorgan – Sengketa bermula saat JPMorgan mengeluarkan riset berjudul ‘Trump Forces Tactical Changes’ yang ditujukan untuk para investor JPMorgan. JPMorgan memangkas peringkat surat utang atau obligasi Indonesia dari overweight menjadi underweight atau turun dua peringkat. - Kementerian Keuangan memutus kontrak dengan JP Morgan karena menilai penurunan peringkat utang tidak berdasarkan data akurat. 4. Goldman Sachs - 8 September 2016, Benny Tjokrosaputro menggugat Goldman Sachs di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menjual saham PT Hanson International Tbk (
MYRX) milik Benny Goldman sebanyak 425 juta saham atau 2,125 miliar saham setelah stock split dalam sembilan transaksi (7 Juni hingga 28 Juli 2016) tanpa sepengetahuan Benny. Benny mengaku merugi Rp 5,32 triliun atas aksi Goldman tersebut. - 25 Januari 2017, Goldman Sachs mengajukan gugatan balik kepada Benny senilai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 13,3 triliun karena merasa namanya dicemarkan. Sumber : Riset KONTAN Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia