Reli harga minyak terjegal isu suplai



JAKARTA. Harga minyak mentah tergelincir. Reli yang berlangsung tujuh hari berturut-turut, akhirnya terhenti karena sinyal suplai minyak global melimpah. Mengutip Bloomberg, Jumat (17/4) pukul 17.25 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Mei 2015 di New York Merchantile Exchange turun 0,83% menjadi US$ 56,24 per barel.

Padahal, selama tujuh hari terakhir, harga minyak sudah reli 12,47%. Bahkan, Kamis (16/4), harga minyak bertengger di level tertinggi sejak 24 Desember lalu. Pemicunya, kekhawatiran produksi di Yaman bakal terganggu setelah ladang minyak utama di Hadhramaut dikuasai pemberontak.

Namun, koreksi harga tak terbendung, karena suplai minyak global masih membanjir. Energy Information Administration (EIA) melaporkan, stok minyak di Amerika Serikat (AS) per 10 April meningkat 1,29 juta barel menjadi 483,7 juta barel. Ini stok tertinggi dalam 85 tahun terakhir. Cadangan tetap tinggi, meski produksi minyak harian di AS pada pekan lalu turun 20.000 barel menjadi 9, 38 juta barel per hari.


“Kenaikan tak hanya terjadi pada stok AS. Produksi minyak anggota OPEC juga meningkat," kata Research and Analyst PT Monex Investindo Futures Agus Chandra, Jumat (17/4).

Asal tahu saja, sepanjang Mare lalu, produksi harian minyak Arab Saudi tertinggi dalam tiga dekade terakhir. Negara yang termasuk dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) ini menggenjot produksi minyak harian sebanyak 658.800 barel menjadi 10,294 juta barel per hari.

Meski demikian, Agus menilai, penurunan harga masih dalam kisaran terbatas. Para pelaku pasar bersikap wait and see menjelang pengumuman data ekonomi AS pada Jumat (17/4) malam.

Salah satunya, tingkat inflasi bulan Maret 2015 yang diprediksi bertahan di level 0,2%. “Jika data cukup bagus sehingga otot dollar AS menguat, maka harga minyak bakal lanjut tertekan. Begitu pula sebaliknya,” papar Agus.

Rawan koreksi

Analis PT Soe Gee Futures Nizar Hilmy mengatakan, koreksi harga minyak yang terjadi sepanjang tahun ini dipicu tiga faktor, yaitu produksi yang meningkat, lesunya permintaan dan penguatan nilai tukar dollar AS. Namun, Nizar menilai, sekarang tiga faktor tersebut mulai berbalik. Berkurangnya penggunaan alat pengeboran alias rig di AS disinyalir bisa mengurangi surplus minyak di pasar global.

Negeri Paman Sam ini sudah menghentikan operasional 760 mesin rig pada pekan lalu. Bahkan, sejak Desember lalu, jumlah rig yang beroperasi di AS sudah susut sebanyak 52%. Ppermintaan minyak global juga diperkirakan mulai pulih. International Energy Egency (EIA) memprediksi, permintaan harian di pasar global meningkat sebanyak 1,1 juta barel menjadi 93,6 juta barel per hari

. Belakangan, dollar AS pun mulai terkoreksi, setelah ekonomi AS kurang memuaskan. "Ketiga faktor itu menyebabkan harga minyak sempat melejit beberapa hari terakhir, meski kemudian terkoreksi tipis," papar Nizar.

Pergerakan harga selanjutnya akan sangat dipengaruhi kabar mengenai suplai dan permintaan. Jika isu fundamental mulai sepi, fokus pelaku pasar akan beralih pada fluktuasi dollar AS. Pelemahan dollar AS akan membantu peluang kenaikan harga minyak. Namun Nizar mengingatkan, kenaikan harga minyak yang sudah cukup tinggi bakal rawan koreksi. "Investor melakukan ambil untung alias profit taking kala harga sudah merangkak tinggi," ujarnya.

Secara teknikal, harga minyak berada di atas moving average (MA) 25, 50, dan 100. Ini mengindikasikan kondisi up trend. Lalu moving average convergence divergence (MACD) juga di area positif dengan histogram naik menunjukkan kondisi bullish. Hanya, relative strength index (RSI) 14,33 di level 66, atau hampir mendekati area jenuh beli (verbought). Begitu pula stochastic yang menunjukkan angka 90, atau sudah memasuki area jenuh beli. Artinya, membuka peluang penurunan.

Prediksi Nizar, hingga pekan depan, harga minyak WTI akan bergulir di kisaran US$ 53 hingga US$ 58 per barel. Agus menebak, hingga pekan mendatang, minyak bisa bergerak antara US$ 50 hingga US$ 60 per barel. Sementara, mayoritas analis yang disurvei Bloomberg menduga, harga WTI bakal turun pada pekan depan. Lima belas dari 30 analis memprediksi harga turun, sementara 12 analis melihat peluang kenaikan harga minyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie