JAKARTA. Di permulaan tahun tahun ini, tembaga adalah salah satu logam dasar yang harganya langsung menanjak. Setelah sempat melorot di bulan-bulan terakhir tahun lalu, harga tembaga mulai reli lagi dan kemarin (25/1) menyentuh level tertinggi selama empat bulan terakhir. Terhitung dari tiga bulan lalu, harga tembaga sudah naik 1,2% menjadi US$ 8.455,25 per metrik ton. Ini merupakan harga tertinggi sejak September 2011. Di London Metal Exchange (LME) tembaga diperdagangkan di kisaran US$ 8.355 per metrik ton, Rabu (25/01). Kontrak tembaga untuk pengiriman bulan Maret juga naik 0,5% menjadi US$ 3,828 per pon di Comex, New York.
Reli harga tembaga ini seiring dengan pertumbuhan laju indeks enam logam industri di LME, sebesar 11%, tahun ini. Pada tahun lalu, indeks itu terpuruk 22%. Kenaikan indeks LME lebih baik dibandingkan indeks Standard & Poor\'s GSCI untuk 24 komoditas yang hanya naik 2,2%. Sentimen eksternal yang mendorong reli indeks LME antara lain adalah kekhawatiran pelaku pasar atas krisis utang Eropa yang mulai mereda. Data ekonomi Amerika juga menunjukkan pertumbuhan. Perbaikan kondisi ini menimbulkan harapan permintaan logam bisa tumbuh. Minim sinyal bearish Tembaga sendiri masih sangat dibutuhkan dalam industri elektronika. Suluh Wicaksono, analis Askap Futures melihat, konsumsi tembaga China masih cukup besar. Maklum, China adalah negara terbesar yang mengkonsumsi tembaga untuk kebutuhan industri. Sementara permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa cenderung stabil. Artinya, permintaan untuk keseluruhan masih cenderung stabil. "Kondisi ekonomi dunia belum sepenuhnya pulih namun ada perbaikan," tambah Suluh. Di sisi lain, berdasarkan pantauan LME, stok tembaga saat ini anjlok menjadi 342.250 ton. Ini merupakan level terendah sejak 25 September 2009. Selain itu, pembatalan penarikan tembaga dari gudang juga meningkat sebanyak 5,3% menjadi 75.625 ton, yang tertinggi sejak Mei 2009.