Reli Panjang Berakhir, Pasar Kripto Masih Dibayangi Sejumlah Risiko



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aset kripto dalam seminggu terakhir menunjukkan penguatan harga yang signifikan. Bitcoin berhasil tembus level psikologisnya di US$ 21.000 dan melakukan reli panjang pertamanya sejak tahun 2020.

Public Relations Tokocrypto Bianda Ludwianto mencermati bahwa faktor utama penguatan tersebut tentu berasal dari keuntungan pengumuman Consumer Price Index (CPI) yang menunjukkan perlambatan inflasi di Amerika Serikat (AS). Alhasil, kripto dan saham mulai naik, beriringan dengan anjloknya indeks dolar AS (DXY).

Data inflasi yang melambat berdampak baik bagi investor karena ada kemungkinan besar akan membuka jalan bagi The Fed untuk menurunkan laju kenaikan suku bunga menjadi 25 basis poin (bps) saja pada bulan Februari. Sehingga, investor semakin bergairah untuk masuk ke pasar kripto.


Hanya saja, Bianda menilai, penguatan pasar kripto nampaknya tidak akan berkepanjangan. Pasar sudah mulai kembali mendingin atau menunjukkan pelemahan karena dilatari banyak peristiwa negatif. 

Baca Juga: Harga Kripto Menguat, Teknologi Zero Knowledge dan Layer 2 ETH Terus Meningkat

Setelah reli panjang hampir satu minggu, market kripto atau Bitcoin sudah menunjukkan sideways dan cenderung melemah. Bitcoin (BTC) kini sudah tenggelam di bawah level psikologisnya US$ 21.000.

Bianda memaparkan, ekosistem industri kripto global kembali pada level kekhawatiran menimbulkan risiko bagi harga berbagai aset kripto. Misalnya fenomena Crypto exchange Bitzlato yang ditutup oleh pihak berwenang Amerika Serikat (AS) akibat dugaan memproses dana ilegal. 

Kabar Genesis Global Capital dilaporkan akan bangkrut juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor kripto.

"Alhasil, investor kembali memilih lagi sikap wait and see," imbuh Bianda kepada Kontan.co.id, Kamis (19/1).

Faktor selanjutnya adalah buruknya kinerja indeks saham AS yang disebabkan oleh katalis positif dari data CPI telah mereda. Mengingat harga kripto masih sangat berkorelasi dengan Dow dan S&P 500. 

Bianda mengatakan, pasar makro dan kripto menguat setelah laporan CPI yang lebih baik dari perkiraan, tetapi kekhawatiran tentang kesehatan AS dan ekonomi global terus berdampak pada kedua sektor tersebut.

Ke depan, prospek industri kripto masih akan terus berkembang. Naik-turun harga dinilai sudah umum di dunia investasi, termasuk saham dan kripto.

Bianda menuturkan, peluang yang besar adalah adopsi kripto dan blockchain yang semakin luas. Apabila adopsi dapat terus berjalan dan masif, akan sangat menguntungkan pasar. Pertumbuhan ekosistem kripto akan berjalan dan efeknya meluas.

Dari sisi tantangan, industri kripto masih dihantui kondisi ekonomi global. Apabila situasi makroekonomi yang belum stabil dengan tingkat inflasi yang tinggi di beberapa negara, sudah pasti akan menghambat pasar kripto akan tumbuh.

Walaupun kripto disebut dengan konsep desentralisasi, namun tidak bisa lepas dari situasi ekonomi global. Investor yang terkena dampak dari penurunan ekonomi, tentu akan berpikir kembali untuk masuk ke market kripto.

"Soal resiko tentu makroekonomi, geopolitik dan ekosistem industri kripto dan blockchain. Semua elemen itu saling berhubungan dan punya efek yang besar ke market kripto," jelas Bianda.

Baca Juga: Indodax Rilis Fitur Bukti Bayar Pajak Bagi Trader Aset Kripto Indonesia

Dari segi analisis teknikal, Bianda memaparkan bahwa Bitcoin gagal menembus harga yang lebih tinggi pada level resistensi US$ 21.500, sehingga kembali ada penarikan. Investor mulai pesimis akan terjadi bull run dan memilih keluar pada posisi short, akibat sentimen dari kabar buruk yang beredar.

Grafik Bitcoin terlihat dari penurunan Relative Strength Index (RSI) yang menyentuh di bawah level 50 dan menunjukkan sinyal overbought. Jika sinyal RSI berada di bawah 50, maka harga BTC diproyeksikan akan kembali terkoreksi. 

Bianda berujar, overbought sudah sering terjadi di market kripto, ketika harga aset sudah mencapai reli panjang, setelah itu akan mengalami sedikit koreksi dan ada kemungkinan bisa bull run. Sedangkan, indikator RSI tetap berada di wilayah overbought yang dalam. Pergerakan ini mengindikasikan kemungkinan konsolidasi atau koreksi dalam waktu dekat.

Level support kini berada pada sisi bawah adalah level psikologis US$ 20.000 dan kemudian level retracement di US$ 19.489. 

Penguatan harga belakangan ini, tidak serta merta bisa menganggap aset kripto seperti Bitcoin punya batas bawah baru. Bianda bilang, masih terlalu dini menentukan pada harga berapa yang akan menjadi level bottom baru Bitcoin untuk tahun ini.

Melihat kondisi crypto winter yang belum menunjukkan kehangatan, market kripto khususnya Bitcoin masih ada koreksi di tahun 2023. Proyeksi Tokocrypto sampai awal tahun 2023 kondisi pasar akan alami bearish.

Harga BTC diperkirakan bisa berada di antara US$ 15.000 hingga US$ 21.000. Koreksi terendah BTC di level sekitar US$ 13.000 atau 80% dari posisi All Time High (ATH) di November 2021 lalu. Sedangkan, harga tertinggi BTC kemungkinan bisa bull run menyentuh US$ 29.000-US$ 30.000.

Sementara Ethereum (ETH) dengan aset kripto berkapitalisasi terbesar kedua, diproyeksikan masih sideways di harga US$ 1.400 hingga US$ 1.600. Posisi atas ETH mungkin bisa bull run, capai harga US$ 1.800-US$ 2.000.

Mengutip Coinmarketcap, Kamis (19/1) pukul 17.00 WIB, harga Bitcoin berada di posisi US$ 20.802. Angka itu menguat 14.54% dalam sepekan tapi turun 2,01% secara harian. Sedangkan, Ether berada di US$ 1.527 atau menguat 9,15% namun terkoreksi 3,14% dalam 24 jam terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi