Reli Terhenti, Harga Minyak Mentah Melemah 1% di Pagi Ini (31/12)



KONTAN.CO.ID - MELBOURNE. Harga minyak turun 1% pada awal perdagangan hari ini. Namun, harga emas hitam ini tetap berada di jalur kenaikan tahunan terbesar dalam 12 tahun terakhir, yang didorong oleh pemulihan ekonomi global dari kemerosotan Covid-19 dan pengekangan produsen.

Jumat (31/12), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Februari 2022 turun 86 sen atau 1,1% menjadi US$ 78,67 per barel.

Serupa, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Februari 2022 turun 80 sen atau 1% ke US$ 76,19 per barel.


Dengan harga ini, Brent berada di jalur untuk mengakhiri tahun dengan naik 53%. Sedangkan WTI menuju kenaikan 57% dan menjadi kinerja terkuat untuk dua kontrak acuan sejak 2009, ketika harga melonjak lebih dari 70%.

"Kami memiliki Delta dan Omicron dan segala macam penguncian dan pembatasan perjalanan, tetapi permintaan minyak tetap relatif kuat. Anda dapat mengaitkannya dengan efek stimulus yang mendukung permintaan dan pembatasan pasokan," kata Chief Economist CommSec Craig James.

Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Naik Tipis Jelang Pertemuan OPEC+ Minggu Depan

Namun, setelah naik selama beberapa hari berturut-turut, harga minyak terhenti pada hari Jumat karena kasus Covid-19 melonjak ke level tertinggi baru di seluruh dunia. Lonjakan terjadi dari Australia hingga Amerika Serikat, dipicu oleh varian virus corona Omicron yang sangat menular.

Pakar kesehatan AS memperingatkan, warga Amerika untuk bersiap menghadapi gangguan parah dalam beberapa minggu mendatang, dengan tingkat infeksi kemungkinan akan memburuk di tengah meningkatnya perjalanan liburan, perayaan Tahun Baru, dan pembukaan kembali sekolah setelah liburan musim dingin.

Dengan harga minyak mendekati level US$ 80, James berharap, OPEC+ tetap pada rencana untuk menambah pasokan 400.000 barel per hari setiap bulan ketika bertemu pada 4 Januari. Ini dilakukan setelah OPEC+ terus mengurangi pengurangan produksi tajam yang diterapkan pada tahun 2020.

"Saya pikir kita akan melihat banyak tekanan pada OPEC+ untuk memastikan ada cukup minyak yang dipasok ke pasar," pungkas James.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari