Rencana Hilirisasi di Sektor Perikanan Harus Dikaji Secara Mendalam



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, kebijakan hilirisasi di bidang perikanan harus benar-benar dikaji secara mendalam karena memiliki keunikan, sehingga pemerintah harus berhati-hati dalam membuat kebijakan di sektor tersebut.

Sekadar pengingat, pemerintah berencana memperluas hilirisasi menjadi 21 komoditas yang dikembangkan secara bertahap hingga tahun 2035 mendatang. Ke-21 komoditas yang hendak didorong hilirisasinya antara lain batubara, nikel, timah, bauksit, tembaga, besi dan baja, dan emas.

Berikutnya, terdapat rencana hilirisasi aspal, minyak bumi, gas bumi, sawit, kelapa, karet, biofuel, kayu log, getah pinus, udang, perikanan, rumput laut, dan garam.


Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan Apindo Hendra Sugandhi menyampaikan, produk makanan laut yang memiliki nilai jual tertinggi saat ini adalah ikan hidup, kemudian sashimi, serta diikuti oleh makanan laut segar dan beku.

Baca Juga: Selain Dorong Sosialisasi, Kementerian KKP Kurasi UMKM Agar Ramah Lingkungan

Menurutnya, tidak semua produk perikanan dapat dihilirisasi. Produk seperti makanan laut hidup, sashimi, dan makanan laut segar disarankan tidak perlu dihilirisasi karena justru akan mengurangi nilai jualnya di pasar. “Beberapa jenis ikan juga lebih diminati oleh pasar dalam bentuk utuh, misalnya ikan layur,” ujar dia, Jumat (20/1).

Para pelaku usaha perikanan selalu berusaha mengoptimalkan nilai jual produk yang dihasilkannya. Terbukti, sudah banyak unit pengolahan ikan (UPI) yang mengembangkan produk makanan laut bernilai tambah yang siap santap (ready to eat) untuk memenuhi kebutuhan pasar retail.

Di sisi lain, produk setengah jadi cenderung lebih dibutuhkan untuk hotel, restoran, dan kafe (horeka). Sebab, di sana akan ada koki yang mengolah lebih lanjut produk tersebut.

Hendra berpendapat, masalah utama industri perikanan saat ini adalah kapasitas UPI nasional yang masih idle, karena kekurangan bahan baku. Hal tersebut membuat kementerian terkait cenderung lebih memprioritaskan untuk mendorong peningkatan pasokan bahan baku dari sektor hulu atau perikanan tangkap dan budidaya untuk UPI.

Baca Juga: KKP Bangun Gudang Beku Berkapasitas 300 Ton di Indramayu

Dari situ, tampak bahwa hal yang dibutuhkan industri perikanan saat ini adalah memperkuat hulunisasi terlebih dahulu, bukan hilirisasi. “Buktinya, Indonesia masih impor cakalang dan yellowfin tuna, serta jenis tuna utuh lainnya untuk diproses lagi dan kemudian diekspor kembali,” ungkap dia.

Selain itu, Apindo juga menyebut perlunya pembenahan kualitas bahan baku produk perikanan di sektor hulu. Dalam hal ini, bahan baku tersebut harus dilengkapi dengan sertifikasi Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB) dan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) yang telah menjadi syarat untuk ekspor.

Sertifikasi tersebut dibutuhkan agar kebijakan moratorium untuk pasar Uni Eropa bisa dicabut sekaligus kasus penolakan ekspor perikanan dapat ditekan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .