KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Kementerian BUMN untuk membentuk
holding penerbangan yang terdiri dari empat atau lima perusahaan masih belum terang. Kendati Kementerian BUMN sudah menyurati Kementerian Keuangan untuk membuat PMK namun landasan pembentukan
holding masih jadi pertanyaan. Agus Pambagio, Pengamat Kebijakan Publik menilai tidak ada untungnya membentuk Holding Penerbangan selain membesarkan aset semata. Pasalnya, dari beberapa
holding yang sudah dibentuk sebelumnya tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Dirinya menduga PT Survai Udara Penas (Persero) atau Penas akan menjadi induk
holding penerbangan bila memang terbentuk. Pasalnya, saat ini hanya Penas yang 100% sahamnya dikuasai pemerintah.
Sedangkan nantinya PT Garuda Indonesia Tbk, PT Angkasa Pura I (AP I), PT Angkasa Pura II (AP II) dan PT Airnav Indonesia akan di bawah Penas. Ia mengatakn Menteri BUMN sudah menyurati Menteri Keuangan untuk dibuatkan PMK untuk kemudian nantinya Presiden bisa mengeluarkan Perpres atau PP terkait
holding penerbangan. "Saya tidak melihat untungnya dimana, AP I dan AP II memang untung, tetapi Garuda rugi, Penas Rugi saya terus terang belum tau rencana detilnya, kita tunggu Menteri Keuangan jawabannya seperti apa," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (8/4) Dirinya menduga rencana ini hanya sebagai upaya membesarkan aset agar
holding penerbangan bisa melakukan pinjaman dalam jumlah signifikan. Pasalnya, banyak proyek-proyek khususnya yang ditangani AP I dan AP II membutuhkan dana yang cukup besar. "Kalau buat saya karena belum ada studinya, saya belum memahami rencana itu.
Holding bukan satu-satunya jalan keluar untuk kerjasama. Bisa saja kalau (dibentuk)
holding asetnya akan satu dan terjadi pemindahan-pemindahan pembayaran oleh
holding, saya juga belum tau modelnya akan seperti apa," lanjutnya. Yang jelas dari mulai
holding Pupuk, Energi, Pertambangan, Perbankan dan lainnya tidak memberikan dampak signifikan. Efeknya hanya pada aset yang membesar saja, sedangkan dari sisi kinerja tidak mengalami perbaikan. Reza Priyambada, Analis Senior CSA Research Institute menjelaskan bahwa skup bisnis dari
holding enerbangan ini tidak sama. Oleh karena itu, investor butuh kejelasan posisi PT Garuda Indonesia (persero) Tbk dalam
holding akan seperti apa. "
Holding penerbangan ini skup bisnisnya berbeda,
GIAA sebagai pelaku usaha sedangkan AP I dan AP II itu operator bandara. Kalau hanya AP I dan AP II yang dilebur menjadi
holding landasan udara itu masih memungkinkan," tambahnya. Menurutnya, pemerintah harus mengkaji rencana tersebut, khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang akan tergabung. Apakah dengan rencana ini biaya operasional GIAA akan mengalami penurunan, belum lagi efek bagi
GMFI dan perusahaan di bawah GIAA akan seperti apa. "Investor butuh kejelasan posisi Garuda dipembentukan
holding itu akan seperti apa. Kalau kayak Pertamina, PGAS dan Pertagas kan masih nyambung kalau ini berbeda," lanjutnya. Manajemen GIAA masih belum mau berkomentar banyak mengenai wacana Holding Penerbangan ini. Yang jelas, Garuda Indonesia sebagai perusahaan BUMN dan perusahaan terbuka akan mengikuti skema dan rencana yang disiapkan pemerintah.
"Untuk ini (
Holding Penerbangan) cocoknya tanya ke Kementerian BUMN. Betul, Garuda Ikut saja rencana pemerintah," ujar Ikhsan Rosan,
Vice President Corporate Secretary GIAA. Manajemen Garuda Indonesia juga belum melakukan pembicaraan internal mengenai rencana Kementerian BUMN tersebut. Oleh karena itu, dirinya belum mau banyak berkomentar perihal rencana pembentukan
holding penerbangan. Sebelumnya, Menteri BUMN Rini M Soemarno menjelaskan pembentukan holding tersebut akan terdiri dari AP I, AP II dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. "Kami analisa sekarang perusahaan
holding membawahi AP I dan II, dan juga operasi transportasi yang lain seperti Garuda," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .