KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini pemerintah dikabarkan sedang mempertimbangkan memberikan perpanjangan Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia lebih cepat, padahal kontrak tersebut baru akan selesai pada 2041. Rencana ini lalu memantik pro dan kontrak dari sejumlah pihak, mulai dari ahli pertambangan hingga legislator. Pasalnya, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2017 jangka waktu permohonan perpanjangan untuk izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usah pertambangan khusus (IUPK) paling cepat 5 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha, dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK Operasi Produksi. Dari sisi ahli, perpanjangan kontrak yang akan diberikan lebih cepat ini merupakan suatu bentuk kepastian usaha jangka panjang karena kegiatan eksplorasi membutuhkan usaha dan investasi yang besar.
Baca Juga: Pemerintah Akan Perpanjang IUPK Freeport, Anggota DPR: Belanda Masih Jauh Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menilai perpanjangan IUPK seharusnya memang dikaitkan kepada jumlah cadangan yang dimiliki. “Sehingga ini juga bisa menjadi semacam insentif atau bonus bagi perusahaan yang melakukan eksplorasi sehingga ada jaminan berusaha,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (10/5). Menurutnya jika tidak ada insentif, perusahaan tentu tidak akan berminat mengembangkan kegiatan eksplorasinya untuk menemukan cadangan baru atau ekspansi eksplorasi. Di saat yang bersamaan, menurutnya hal ini akan memberikan dampak positif kepada negara dengan adanya penambahan cadangan mineral. Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyatakan, pemerintah juga mendiskusikan perpanjangan usaha untuk tambang tembaga yang ada di Timika. “(Perpanjangan izin IUPK Freeport) sudah dalam pengajuan,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (28/4). Arifin mengharapkan perpanjangan izin ini prinsipnya untuk memberikan tambahan pada pendapatan dan manfaat untuk pemerintah dan negara. Salah satu yang didorong ialah pembangunan smelter baru di Papua. Pemberian perpanjangan IUPK yang lebih cepat, diakui Arifin sebagai bentuk kepastian usaha bagi Freeport Indonesia yang memiliki sumber cadangan tembaga yang besar. “Dalam aturan, smelter yang terintegrasi apabila masih memiliki sumber cadangan dia bisa memperpanjang walaupun perpanjangan. Itu kan di kebijakan diatur 5 tahun sebelum kontrak berakhir. Tetapi ini apa bedanya kan? Maka kami berikan kepastian usaha,” jelasnya. Dengan kepastian itu, diharapkan Freeport Indonesia bisa mengalokasikan anggaran yang memadai untuk eksplorasi tambahan. Eksplorasi sumber daya mineral tidaklah mudah, perlu waktu dan biaya yang besar. “Kami harus siapkan aturannya dahulu dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk perpanjangan. Tapi prinsipnya akan diberikan,” tegasnya. Namun, jika mempertimbangkan dari sisi aturannya, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta agar pemerintah jangan terburu-buru dengan rencana tersebut.
Baca Juga: Perpanjangan Kontrak Konsentrat Tembaga Freeport Dinilai Positif Mulyanto minta Pemerintah jangan terlalu terburu-buru menawarkan berbagai kemudahan bagi suatu perusahaan sementara masih ada permasalahan lain yang belum diselesaikan. Ia minta Pemerintah bertindak sesuai Undang-Undang, bukan berdasarkan kepentingan kelompok tertentu.
"Izin usaha bagi PTFI baru habis di tahun 2041. Masih lama. Jadi untuk apa dibahas sekarang ini. Sesuai ketentuan PTFI baru bisa mengajukan perpanjangan izin usaha paling cepat lima tahun sebelum masa berlakunya berakhir," terang Mulyanto. Mulyanto enggan berspekulasi terkait niat Pemerintah mempercepat proses pembaruan atau perpanjangan izin usaha PTFI tahun ini, termasuk adanya motif ekonomi kelompok tertentu yang ingin mencari modal pemilu 2024. Mulyanto hanya menyarankan Pemerintah untuk fokus lebih dulu pada urusan hilirisasi minerba yang belum diselesaikan PTFI. Pasalnya, hingga saat ini PTFI belum mampu menyelesaikan pembangunan smelter pengolahan konsentrat tembaga. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .