Rencana Pendanaan Proyek SMRA



JAKARTA. Rencana PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) membangun proyek berkonsep kota mandiri terpadu di wilayah Bandung dan Jakarta Selatan memang cukup prestisius. Namun, rencana penerbitan obligasi senilai Rp 2 triliun di semester II-2013 ini untuk mendanai proyek itu, menuai kekhawatiran analis.

Hingga kini, SMRA sudah membebaskan lahan seluas 200 hektare (ha) untuk proyek di Bandung. Sedangkan di Jakarta Selatan, SMRA berniat membuat usaha patungan (joint venture). Untuk pendanaan pengadaan lahan proyek ituĀ  akan ditutup dari penerbitan obligasi berkelanjutan SMRA senilai Rp 2 triliun.

Sejumlah analis menilai, penerbitan obligasi pada saat ini akan menambah beban. Sebab, pemodal tentu akan meminta kupon tinggi dari emiten properti tersebut.


Analis BNI Securities, Thendra Crisnanda menyarankan, SMRA memundurkan jadwal penerbitan obligasi sambil menunggu saat yang tepat. Thendra memprediksi, jika SMRA tetap merilis obligasiĀ  di semester II tahun ini, maka imbal hasil yang bakal diminta investor mencapai 9,5% hingga 10% per tahun.

Meski bila dipaksakan, lanjut Thendra, hal itu bukan masalah besar bagi SMRA, mengingat margin yang diperoleh SMRA masih bisa menutup beban bunga obligasi.

Thendra menghitung, keuangan SMRA masih cukup sehat bila jadi menerbitkan obligasi. Rasio utang terhadap modal atau debt to equity ratio (DER) SMRA hingga kuartal I-2013 hanya sebesar 0,34 kali. Misalnya saja, SMRA menambah utang sebanyak Rp 2 triliun, DER SMRA masih di bawah 1 kali, tepatnya 0,82 kali. "Masih sehat dan aman," imbuhnya.

Steven Gunawan, analis Batavia Prosperindo Sekuritas menyarankan, SMRA menerbitkan obligasi sekitar Oktober-November 2013. Pada saat itu, tekanan inflasi kemungkinan mulai mereda. Harapannya, kupon yang akan diberikan SMRA tidak setinggi bila rencana itu direalisasikan pada waktu dekat ini.

Menurut Steven, penerbitan obligasi senilai Rp 2 triliun tidak menurunkan kemampuan SMRA membayar utang. Sebab, pra penjualan atau marketing sales SMRA cukup solid sehingga cukup mengamankan posisi keuangan perusahaan.

Di semester I 2013 lalu, marketing sales SMRA mencapai Rp 2 triliun. Jumlah ini sudah sebesar 44% dari target setahun Rp 4,5 triliun.

Meski belakangan harga saham emiten properti termasuk SMRA menurun, Thendra menilai, hal tersebut tidak terkait kinerja SMRA. "Dari segi fundamental belum menunjukkan perubahan signifikan," tuturnya. Perkiraan dia, tahun ini kinerja emiten properti masih akan sesuai target, bahkan ada yang outperform.

Kenaikan suku bunga tidak akan banyak mempengaruhi kinerja emiten properti. Tapi diprediksi, penjualan properti tahun 2014 hanya akan tumbuh 15%, dari target penjualan tahun 2013 sebanyak 20%.

Steven merekomendasikan buy saham SMRA dengan target harga Rp 1.435. Rasio harga berbanding laba bersih (PER) SMRA yang 11,9 kali, memang lebih tinggi dari industrinya yang 10,4 kali.

Thendra juga merekomendasikan buy dengan target harga Rp 1.500. Analis CIMB Securities, Lydia Toisuta merekomendasi outperform dengan target Rp 1.300.

Senin (26/8), harga SMRA turun 3,45% ke Rp 840 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yuwono Triatmodjo