KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menerapkan bea meterai untuk
term and condition yang ada di berbagai platform digital, termasuk e-commerce. Nantinya para pelanggan yang akan berlanja di e-commerce akan dikenakan bea materai sebesar Rp 10.000. Pengenaan bea meterai ini mencakup belanja pada e-commerce dengan transaksi pembelian di atas Rp 5 Juta. Terkait hal tersebut, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa pemerintah perlu memperjalas terlebih dahulu mengenai bagaimana mekanisme dari pengenaan bea meterai ini.
“Jika diasumsikan pengenaan bea meterai akan dikenakan ke pelaku usaha baik itu usaha besar maupun UMKM, tentu ini akan memberikan dampak” ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (19/6).
Baca Juga: Rencana Bea Materai T&C di Platform Digital Dinilai Bisa Ganggu Ekosistem Ia mengatakan, terlebih lagi jika bicara pada konteks UMKM di mana mereka harus menanggung beban biaya meskipun produk yang dikenakan bea materai tersebut belum dijual untuk ke konsumen. Tentu saja hal ini akan menjadi semacam disinsentif bagi para pelaku UMKM untuk menggunakan jasa teknologi dalam hal hal ini adalah e-commerce untuk mensupport atau melakukan aktivitas perdagangan. “Padahal kita tahu, penggunaan e-commerce berpotensi membantu UMKM untuk menjual produknya ke pasar yang lebih luas. Lebih jauh, akses pasar merupakan salah satu permasalahan klasik yang kerap kali dihadapi oleh UMKM selama ini,” tutur Yusuf. Yusuf juga menegaskan, kebijakan ini akan berpotensi mendistorsi pasar digital di dalam negeri yang saat ini tengah meningkat. Ia menyarankan pemerintah untuk melakukan diskusi terlebih dahulu dan menelaah lebih lanjut dengan mengundang berbagai pelaku usaha di bidang digital dan juga akademisi. “Hal ini untuk duduk perkarakan tujuan pemerintah dan potensi kebijakan yang bisa diambil jika misalnya tidak menjalankan kebijakan bea meterai untuk e-commerce ini,” tutur Yusuf. Ia juga menilai bahwa kebijakan tersebut tidak selaras dengan upaya pemerintah untuk menggenjot ekonomi digital sebagai alat untuk memajukan perdagangan terutama bagi UMKM. “Saya kira beban dari kenaikan bea masuk ini akan ditambahkan sebagai salah satu komponen dari harga penjualan untuk produk yang dijual melalui e-commerce itu sendiri,” tandasnya. Senada dengan, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi yang menilai bahwa kebijakan tersebut juga akan menghambat perkembangan UMKM di Indonesia. “Saran saya kita harus benar fokus untuk dapat membantu UMKM untuk dapat bangkit kembali, jangan malah memberikan hal-hal yang berpotensi menghambat percepatan pemulihan ekonomi nasional disektor riil,” ujar Diana kepada Kontan.co.id, Sabtu (19/6). Menurutnya banyak hal yang harus pemerintah kaji sebelum menerapkan kebijakan tersebut agar dapat tepat sasaran dan kapan diberlakukannya. Selain itu, pemerintah juga harus mempersiapkan dengan baik secara sistem pada platform, pola pembayaran, hingga kewajiban siapa yang harus menanggung.
“Belum lagi apabila kita bicara bila platform e-commerce ini tidak hanya dapat diakses oleh orang yang berada di dalam Indonesia,” jelasnya. Diana menambahkan, e-commerce merupakan salah satu backbone dari percepatan pemulihan UMKM di Indonesia pasca pandemi Covid-19, sehingga Ia bilang, seharusnya seluruh pemangku kepentingan dapat lebih mendorong UMKM untuk dapat menggunakan dan mengadopsi platform teknologi informasi dalam pemasaran produk-produknya.
Baca Juga: Belanja Online Dikenakan Bea Meterai, Ini Kata Kepala BKF Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat