Rendahnya harga gula rugikan petani



KONTAN.CO.ID - Akhir Juni lalu harga lelang gula tebu kurang memuaskan. Harga gula di tingkat petani hanya Rp 9.500 per kilogram. Hingga kini, belum diadakan aktivitas lelang kembali karena belum terbentuk kesepakatan harga antara pedagang dan petani.

Saat ini, harga gula terus menurun. Menurut Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen, harga gula sudah menyentuh Rp 9.200 per kg. Menurutnya, harga ini jauh di bawah biaya pokok produksi yang bisa mencapai Rp 10.500.

Soemitro mengungkap, pedagang sudah melakukan penawaran saat lelang. Hanya saja harga yang mereka tawarkan terlalu rendah. Dia bilang, pedagang menawarkan harga tersebut akibat adanya Harga Eceran Tertinggi (HET) gula yang hanya berkisar Rp 12.500. Akibatnya, petani terpaksa merugi.


"Penawaran dari pedagang terlalu rendah, jauh di bawah biaya pokok produksi. Kalau dilepas kan petani tentunya mengalami kerugian. HET di pasar juga ditetapkan hanya Rp 12.500, inilah yang menyebabkan harga tidak bisa bergerak ke atas," tutur Soemitro kepada KONTAN, Minggu (13/8).

Sekretaris Jenderal APTRI, M Nur Khabsyin mengatakan, saat ini gula para petani terpaksa ditimbun di gudang-gudang yang ada. Menurut dia, saat ini terdapat 250.000 ton gula yang masih tersimpan di gudang.

Soemitro dan Nur mengungkap, sudah banyak cara dilakukan supaya produksi gula dapat terserap. Soemitro mengatakan, petani juga sempat menjual gula secara langsung ke pasar. Sayangnya, upaya tersebut hanya berlangsung satu kali akibat ketidakmampuan pasar yang bisa menyerap gula dalam jumlah yang besar.

"Setelah hari raya, petani langsung menjual ke pasar eceran dengan harga Rp 10.000. Itu pun tidak seluruh petani. Setelah itu tidak ada lagi karena pedagang eceran juga tidak kuat menampung semua gula," ungkap Soemitro.

Nur juga mengatakan, petani sudah mencoba melakukan tender terbuka di beberapa wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Cirebon. Hanya saja penawaran harga yang diajukan masih rendah. "Kalau pun ada penawaran harganya di bawah Rp 9.000 per kg, lalu kami batalkan karena itu jauh di bawah biawa produksi. Petani kan rugi," ungkap Nur.

Bila kondisi ini terus berlangsung, Soemitro berpendapat petani akan terus menerus rugi. Pasalnya, hingga kini petani masih terus panen. Dia mengatakan, kebun yang baru dipanen harus diberikan perawatan supaya tahun berikutnya tetap dapat memberikan hasil. Namun, petani tidak cukup dana untuk melakukan hal tersebut. Padahal, menurut Soemitro, hingga akhir tahun masih akan terjadi panen raya dan produksi gula akan mencapai 1,1 juta hingga 1,2 juta ton.

Melihat kondisi ini, Soemitro berharap pemerintah segera menghapus HET gula dan membiarkan harga bergerak sesuai harga pasar. Menurutnya, sama seperti beras, gula pun memiliki beragam kualitas yang tidak bisa disamakan harganya. Selain itu, Soemitro juga berharap pemerintah baik melalui Bulog atau badan lainnya mampu menyerap gula dari para petani.

"Kami minta pemerintah melakukan perbaikan pasar. HETnya diperbaiki supaya tidak ada ketakutan bagi pedagang menjual gula di atas Rp 12.500. Kalau tidak, pemerintah mau dari mana pun boleh menyerap gula dari petani dan menjualnya dengan harga subsidi," tandas Soemitro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati