JAKARTA. Pengumuman angka inflasi November hari ini berhasil menjadi tonikum penguat otot rupiah. Di pasar Spot, Selasa (1/12) nilai tukar rupiah di hadapan dollar AS menguat 0,45% dari sehari sebelumnya di Rp 13.784. Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) memperlihatkan rupiah naik 0,23% menjadi Rp 13.808 per dollar AS. Pagi tadi Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan indeks harga konsumen (IHK) pada bulan November 2015 mengalami inflasi 0,21%.
Adapun inflasi Januari-November 2015 atau inflasi tahun kalender sebesar 2,37%. Sementara inflasi
year on year sebesar 4,89%. (lebih lengkap baca "
November inflasi 0,21%") Ekonom Bank Permata, Josua Pardede pasar merespons positif data inflasi dalam negeri bulan November. “Ini memperlihatkan bahwa dampak kenaikan BBM bulan November 2014 saat ini sudah hilang,” papar Josua. Sebetulnya, rupiah sudah menguat sejak awal perdagangan hari ini. Salah satunya karena sata ekonomi Amerika Serikat yang dirilis semalam,
pending home sales bulan Oktober sebesar 0,2% berada di bawah proyeksi 1,6%.
Namun, menurut Josua, kali ini faktor rendahnya inflasi Indonesia lebih dominan menguatkan rupiah ketimbang faktor eksternal. Hingga akhir tahun ini Josua memperkirakan angka inflasi akan sedikit berada di bawah 3%. “Dengan asumsi tersebut, maka inflasi masih cukup terkendali dan sesuai target pemerintah,” imbuhnya. Josua memperkirakan, data inflasi masih akan mempengaruhi pergerakan rupiah besok, Rabu (2/12) sehingga kenaikan mata uang garuda bisa berlanjut. Namun, pelaku pasar juga mewaspadai dampak masuknya mata uang China renmimbi ke dalam keranjang Special Drawing Rights (SDR) IMF. Seperti diberitakan sebelumnya Dewan eksekutif IMF, akhirnya menyetujui masuknya mata uang China, dalam SDR-nya sebagai mata uang cadangan internasional. (lebih lengkap baca artikel "
IMF akhirnya sepakat yuan masuk keranjang SDR") Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga