JAKARTA. Penyelesaian proses renegosiasi kontrak pertambangan yang ditargetkan rampung sebelum pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono paripurna, terancam gagal. Pasalnya, pembahasan renegosiasi dengan perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) generasi satu, terganjal pada poin penyesuaian penerimaan bagi negara. Poin penerimaan bagi negara ini berupa pajak dan royalti. Namun dari sumber penerimaan negara, pembahasan soal pajak yang masih alot. "Yang masih pelik adalah pajak penghasilan (PPh) badan sudah PKP2B (generasi I) saat ini 45%, sementara perusahaan lain seperti pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dikenakan 25%," terang Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu, (3/9). Masalahnya, PPh untuk pemegang PKP2B generasi satu tidak bisa diturunkan. Padahal di sisi lain, kewajiban membayar setoran pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak pertambahan nilai (PPN) plus pajak daerah juga harus dikenakan sesuai dengan perundangan yang berlaku.
Renegosiasi batubara mentok di poin pajak
JAKARTA. Penyelesaian proses renegosiasi kontrak pertambangan yang ditargetkan rampung sebelum pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono paripurna, terancam gagal. Pasalnya, pembahasan renegosiasi dengan perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) generasi satu, terganjal pada poin penyesuaian penerimaan bagi negara. Poin penerimaan bagi negara ini berupa pajak dan royalti. Namun dari sumber penerimaan negara, pembahasan soal pajak yang masih alot. "Yang masih pelik adalah pajak penghasilan (PPh) badan sudah PKP2B (generasi I) saat ini 45%, sementara perusahaan lain seperti pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dikenakan 25%," terang Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu, (3/9). Masalahnya, PPh untuk pemegang PKP2B generasi satu tidak bisa diturunkan. Padahal di sisi lain, kewajiban membayar setoran pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak pertambahan nilai (PPN) plus pajak daerah juga harus dikenakan sesuai dengan perundangan yang berlaku.