Renegosiasi Kontrak Tak Dongkrak Neraca Dagang



JAKARTA. Pemerintah telah berhasil merampungkan renegosiasi kontrak tambang dengan beberapa perusahaan pemegang kontrak karya yang salah satunya dengan PT Freeport Indonesia. Hanya saja, upaya renegosiasi kontrak tambang ini dinilai tak akan banyak berdampak pada neraca perdagangan Indonesia untuk tahun ini.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaningsih mengatakan, penyelesaian renegosiasi kontrak tambang tidak berdampak besar pada neraca perdagangan Indonesia. Alasannya, "Ekspor kita yang turun saat ini bukan semata-mata karena penurunan di sisi pertambangan," kata Lana, kemarin (10/7).

Menurutnya, penurunan kinerja neraca perdagangan lebih dipicu turunnya ekspor non migas terutama minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Maklum, selama ini CPO memberikan kontribusi yang cukup besar bagi ekspor nasional. Buktinya, meski pemerintah melarang ekspor mineral mentah sejak awal Januari 2014, tapi neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus pada Februari 2014 dan Maret 2014 masing-masing US$ 785,3 juta dan US$ 673,2 juta. Sementara itu, defisit neraca perdagangan pada April 2014 lebih disebabkan karena penurunan ekspor CPO baik dari sisi volume maupun harganya.


Maklum, kata Lana, selama ini kontribusi ekspor CPO terhadap total ekspor nasional sekitar 18%, baru setelahnya disusul oleh ekspor dari batubara yang sekitar 15%. "Kalau dua ekspor itu bergerak, sudah lumayan menyumbang ke neraca perdagangan," terang Lana.

Catatan saja, pemerintah kini tengah merenegosiasi kontrak karya tambang. Setidaknya ada enam poin yang direnegosiasi, salah satunya kewajiban pengolahan dan pemurnian produk tambang, tingkat penggunaan barang dan jasa dalam negeri dan perpanjangan kontrak. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Chairul Tanjung bilang, pemerintah akan merenegosiasi kontrak tambang dengan 107 perusahaan tambang. Dari jumlah itu, baru 40 perusahaan yang proses renegosiasinya sudah selesai.

Lana bilang, bila pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter) bisa dimulai sekarang, maka dalam tiga tahun ke depan nilai tambah dari proses pengolahan mineral mentah ini sudah terasa dan sedikit banyak akan mendongkrak kinerja ekspor dan neraca perdagangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi