JAKARta. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) masih mempertahankan opsi repurchase agreement (repo) dalam upaya menghimpun pendanaan. Pada paruh pertama 2011, induk usaha Grup Bakrie ini mencatatkan utang dalam bentuk repo senilai Rp 490,18 miliar. Mengacu ke laporan keuangan BNBR per akhir Juni 2011, tercatat sedikitnya sembilan perusahaan keuangan meneken perjanjian repo dengan BNBR (lihat tabel). Mayoritas transaksi repo tersebut dilakukan selama periode 2010 hingga 2011. Untuk memperoleh pinjaman repo, BNBR menjaminkan kepemilikan sahamnya yang terdapat di sejumlah anak usaha, yaitu PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) serta PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG).
Nilai pinjaman terbesar berasal dari Recapital Securities, yakni mencapai Rp 131 miliar, diikuti One World Finance Management senilai Rp 90 miliar, serta Sucorinvest Central Gani senilai Rp 78,57 miliar. Saham anak usaha yang paling banyak dijadikan jaminan adalah saham UNSP. Masih dari laporan keuangan BNBR, ternyata ada satu transaksi repo yang merupakan warisan krisis finansial global pada September 2008 silam. Kala itu, BNBR meneken perjanjian repo dengan Sarijaya Permana Sekuritas. Berdasarkan perjanjian tersebut, Sarijaya memberikan pinjaman sebesar Rp 35 miliar kepada BNBR dengan jangka waktu tiga bulan dengan jaminan saham UNSP yang dimiliki BNBR. Tapi di bulan yang sama, Sarijaya melakukan forced sell atas semua saham UNSP tersebut. BNBR hanya menyetujui dan mengakui forced sell atas 74.407.000 saham UNSP setara Rp 15 miliar. Di saat yang sama, BNBR menyatakan ingin membeli kembali dan meminta Sarijaya mengembalikan 191.720.088 saham UNSP yang setara Rp 20 miliar. Hingga semester pertama tahun ini, BNBR dan Sarijaya belum mencapai kesepakatan atas perkara ini. Terkait hal ini, BNBR telah melayangkan somasi kepada Sarijaya. Direktur Keuangan BNBR, Eddy Soeparno, belum dapat dimintai konfirmasinya terkait status perjanjian repo antaran BNBR dan Sarijaya. Tertarik repo BNBR
Sejumlah perusahaan yang kini terikat perjanjian repo dengan BNBR mengaku tertarik menggenggam instrumen tersebut. Presiden Direktur Panin Sekuritas, Hendrata Sadeli, mengatakan repo BNBR terbilang likuid. Dus, repo itu diperpanjang setiap bulannya. "Kami perpanjang tergantung marketnya," ungkap Hendrata kepada KONTAN, beberapa waktu lalu. Bunga repo tidak menjadi pertimbangan mutlak bagi Panin untuk menggenggam repo BNBR. "Yang penting likuid. Jika likuid, kami masuk," tutur dia.Analis Trimegah Securities, Andrian Tanuwijaya, berpendapat, apabila dilihat dari kinerja sahamnya, prospek BNBR sebenarnya cukup positif. Menurut dia, hal tersebut akan dipengaruhi rencana kuasi reorganisasi yang diharapkan rampung sebelum akhir tahun ini. Dengan adanya kuasi reorganisasi, maka BNBR akan menghapus saldo defisit sekitar Rp 35 triliun. Perinciannya: nilai defisit mencapai Rp 27,66 triliun, selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali Rp 5,2 triliun, serta rugi investasi jangka pendek senilai Rp 2,1 triliun, yang terjadi akibat krisis 2008. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini