Resep Bertahan HSBC Ditengah Guncangan Perekonomian Global



LONDON. Hari Minggu (28/9), Pemerintah dan institusi keuangan Eropa menghadapi malam nan kelam. Malam itu, Eropa masuk ke dalam krisis perbankan terburuk sejak masa Depresi Besar. Pemerintah di berbagai negara Eropa kalang kabut mencari pihak yang bersedia membantu bail out Bradford & Bingley Plc dan Fortis. Tapi bagi Chairman HSBC Holdings Plc Stephen Green, hari itu biasa-biasa saja.

Ia malah berada jauh di Singapura, asyik menonton Fernando Alonso memenangi balapan F1. Apakah bank itu kebal krisis sehingga Green santai-santai saja? Tidak juga. HSBC adalah bank penyalur kredit subprime nomor satu terbesar di dunia. Risikonya besar. Sejak krisis kredit berlangsung, HSBC telah menyusutkan aset sebesar US$ 27,4 miliar. Masih pula memangkas 2.780 karyawan.

Yang membedakan HSBC dari para sejawatnya yang kolaps adalah kemampuannya menghimpun dana. Bank yang bermarkas di London itu satu-satunya bank yang punya simpanan nasabah lebih dari penyaluran kreditnya. Rasio pinjaman terhadap simpanannya (Loan to Deposit Ratio) 90%. Artinya, HSBC meminjamkan 90 sen untuk tiap 1 dolar simpanan nasabah yang diterimanya. Bandingkan saja dengan LDR Royal Bank of Scotland Group Plc (RBS) yang 129% dan Barclays Plc yang 124%. Rasio kecukupan modal inti HSBC juga baik, yakni 8,8%.


Sementara RBS 8,6% dan Barclays 7,9%. Di paruh pertama 2008, tiga perempat laba HSBC berasal dari pasarnya di negara berkembang Asia dan Amerika Latin. Keuntungan itu membantunya bertahan dari kerugiannya di Amerika Serikat. Di sana, HSBC mengurangi kredit, menjual aset, dan mengganti manajernya.

Karena itu, banyak investor mencari aman di HSBC. Harga sahamnya tahun ini naik 10% di bursa London. Sahamnya adalah satu-satunya yang naik di antara saham 69 bank besar lainnya. HSBC pun akan membagikan dividen 5,1% tahun ini. "Anda hanya perlu melihat kabar buruk lainnya, dan orang-orang akan memburu HSBC sebagai safe haven," ujar Julian Chillingworth, Chief Investment Officer Rathbone Brothers.

Namun, Alan Beaney, Head of Investments Principal Investment Management yang menjual saham HSBC miliknya memperingatkan, "HSBC tetap bisa kehilangan dana. Perlambatan juga akan mempengaruhi Timur Jauh." Ia menilai orang-orang kini terlalu tinggi menilai keselamatan dan keamanan. "Lagipula, HSBC tampak mahal," imbuhnya. 

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie