Resep Investasi Co-Founder Lifepal Benny Fajarai: Riset Sebelum Investasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham menjadi pilihan Benny Fajarai dalam berinvestasi. Saat ini, sebanyak 60% portofolio aktif yang aktif diputarkan Benny berupa saham.  Pria yang saat ini menjabat sebagai Co-Founder Lifepal ini mengatakan, salah satu penyebab portofolio investasinya didominasi saham adalah krisis yang terjadi pada 2020 akibat pandemi Covid-19.

Pasar saham yang kala itu mengalami crash, mendorong Benny untuk masuk dan mencuil cuan di saham. Bahkan, kala itu portofolio aktif Benny di instrumen saham mencapai 90%.

“Akhirnya sampai sekarang sudah taking profit, dan saham kembali pulih. Itulah kenapa mayoritas portofolio saya ada di saham,” terang Benny kepada Kontan.co.id, Kamis (25/8)


Bagi Benny, market crash merupakan kesempatan investor untuk masuk dan mengambil cuan. Terlebih, Benny bukan seorang trader, melainkan investor yang menganut paham value investing, dimana nilai intrinsik sebuah perusahaan bisa diperkirakan.

Baca Juga: 5 Investasi Warren Buffett yang Paling Menguntungkan, Apa Saja?

Ketika pandemi menyeruak dan koreksi besar terjadi di pasar ekuitas, banyak saham yang nilai intrinsik sebenarnya jauh lebih besar dari harga pasarnya. Hal ini terutama terjadi di saham-saham keping biru alias blue chips, seperti sektor perbankan yang sangat mendominasi pasar.

“Di saat yang lain takut, itulah kesempatan yang besar untuk kita bullish dan masuk, ketika kita mengerti nilai dari saham itu,” terang pria asal Pontianak ini.

Adapun jenis saham yang dikoleksi Benny saat ini adalah value stock, artinya saham yang dinilai memiliki harga jauh di bawah nilai intrinsiknya. Dia cukup selektif dalam memilih jenis saham ini.

Walaupun suatu saham masuk kategori blue chips, tetapi jika nilainya sudah mendekati nilai intrinsiknya, Benny tidak akan masuk ke saham ini. Misalkan, sebagian saham perbankan yang harganya sudah mendekati nilai intrinsiknya seiring pulihnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Benny menyebut, banyak saham-saham yang saat ini masih terdiskon, contohnya saham emiten properti hingga emiten berbasis komoditas.

Selain saham, Benny juga menempatkan portofolionya di instrumen reksadana serta deposito, dengan besaran masing-masing sebesar 20%.

Reksadana yang dia pilih adalah reksadana jenis pasar uang dan pendapatan tetap, yang cenderung rendah risiko.

“Saya tidak ada reksadana saham karena lebih memilih untuk mengolah portofolio saham saya sendiri,” kata Benny.

Benny pun kembali menginvestasikan return yang dia dapatkan agar dananya lebih produktif.

Sejauh ini, Benny belum berminat untuk mendiversifikasi portofolionya ke instrument lain, misalkan emas. Pria lulusan Universitas Bina Nusantara ini menilai, sejatinya emas bukanlah instrumen investasi yang high return, dan hanya berfungsi sebagai pelindung nilai. Porsi kepemilikan emas pun relatif tidak signifikan.

Pun untuk kripto. Kripto menurut dia bukanlah instrumen investasi. Sebab, fungsinya sebagai aset masih tidak clear nilai intrinsiknya. Ketika nilai yang ada di pasaran berdasarkan supply dan demand, itu berarti pelaku pasar hanya berspekulasi dan bertaruh, bukan berinvestasi. “Saya kurang nyaman dalam melakukan hal itu,” terang pria kelahiran 1990 ini.

Pentingnya lakukan riset

Sudah hafal asam garam berinvestasi, Benny memberikan tips bagi investor pemula. Pertama, seorang investor harus bisa mengerti instrumen yang diinvestasikan. Bagaimanapun berinvestasi, jika tidak mengerti instrumen yang diinvestasikan, maka sama halnya dengan berjudi dan bertaruh

Dalam berinvestasi, perlu adanya kedisiplinan dalam melakukan riset, baik secara mendalam atau setidaknya secara mendasar. Riset ini diperlukan agar investor tahu risiko dan kesempatan yang akan dihadapi. Nah, sayangnya, banyak investor yang mungkin risetnya belum mumpuni, tetapi secara terburu-buru langsung melakukan keputusan investasi. Entah karena ikut-ikutan atau karena perilaku impulsif

“Kalau yang sudah mengerti tidak masalah. Tetapi yang belum siap karena tidak paham risiko, itu yang bahaya.  Oleh karena itu saya ingatkan harus bisa rajin riset sebelum investasi,” tegas Benny

Kedua, investor harus rajin mengelola risiko dan harus berpegang pada prinsip long term view. Jangan membuat keputusan hanya karena pandangan yang sesaat dan bukan yang jangka panjang. Seorang investor juga harus bisa belajar sabar dan tidak rakus

Tak hanya dari sisi investor, Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku regulator juga harus proaktif dalam menyehatkan pasar modal tanah air. Salah satunya bisa dengan memberikan transparansi informasi dan memastikan transparansi ini bisa didapatkan bagi semua kalangan, tidak hanya bagi para expert, tapi juga para investor pemula. Karena biasanya, di awal berinvestasi para pemula ini sering mengalami kegagalan di pasar saham.

Baca Juga: Warren Buffett Sangat Mencintai Bisnis Asuransi, Mengapa?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat