Resep OJK meriahkan pasar reksadana



JAKARTA. Produk reksadana berpeluang semakin beragam, dan pasarnya bertambah meriah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menurunkan ketentuan minimal nilai aktiva bersih (NAB) dari sebelumnya Rp 25 miliar.

]Gunanta Afrima, Direktur CIMB Asset Management, mengatakan, draf aturan OJK menyebut minimal NAB reksadana akan diturunkan menjadi Rp 10 miliar. "Namun karena masih draf, bisa saja berubah. Kami juga masih diskusi dengan OJK," ujar Gunanta, Kamis (26/3).

Penurunan batas minimal NAB akan berdampak positif bagi industri reksadana. Ketentuan tersebut bakal memicu meratanya industri reksadana. "Akan ada fairness antara manajer investasi besar dan kecil," ujar Gunanta.


Saat ini banyak manajer investasi kecil yang kesulitan mengumpulkan dana kelolaan hingga  Rp 25 miliar. Padahal banyak perusahaan yang memiliki kemampuan untuk mengelola reksadana dan mencetak kinerja positif. 

Dengan kebijakan ini, manajer investasi kecil akan lebih mudah menerbitkan reksadana. "Manajer investasi kecil tidak memiliki kemampuan menjual, tapi mampu mengelola," ujar dia.

Beleid tersebut merupakan revisi peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Nomor IV.B.1 KEP 552/BL/2010 tentang Pedoman Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi

Kolektif. Aturan tersebut mematok batasan minimum NAB reksadana sebesar Rp 25 miliar. Jadi, reksadana dengan total NAB kurang dari Rp 25 miliar selama 90 hari bursa berturut-turut harus dibubarkan. 

Sedangkan untuk reksadana baru, otoritas memberikan jangka waktu 60 hari bursa setelah memperoleh pernyataan pendaftaran efektif. Dengan penurunan NAB, kesempatan bagi pelaku industri reksadana untuk menerbitkan produk lebih terbuka.

Gunanta optimistis, manajer investasi akan lebih mudah mengelola reksadana dengan minimal NAB sebesar Rp 10 miliar. Di sisi lain, dalam jangka panjang, manajer investasi yang tidak fokus mengelola reksadana akan ditinggalkan oleh investor.

Senior Fund Manager BNI Asset Management Hanif Mantiq mengatakan, aturan ini dapat mendorong penambahan jumlah produk reksadana di pasar. "Manajer investasi akan lebih mudah membuat produk," tutur dia.

Investor ritel

Aturan ini akan memperluas basis investor ritel. Sebab, selama ini manajer investasi menengah dan kecil lebih fokus menggarap investor ritel ketimbang manajer investasi besar. "Manajer investasi besar fokus ke nasabah institusi," ujar Hans Kwee, Vice President Investment PT Quant Kapital Investama.

Menurut Head Of Operation and Business Development PT Panin Asset Management Rudiyanto, aturan ini juga akan memperbesar porsi reksadana mikro yang menyasar investor ritel. 

Namun, reksadana mikro idealnya dikelola oleh manajer investasi besar. Sebab, manajer investasi kecil dengan dana kelolaan minim akan kesulitan menjalankan operasional bisnis mereka. 

Direktur PT Infovesta Utama Parto Kawito melihat, bagi para kebijakan ini bakal menambah alternatif pilihan masyarakat dalam berinvestasi reksadana. Meskipun, banyaknya produk juga dapat membingungkan investor dalam berinvestasi.

Bagi manajer investasi, terlalu banyak produk juga akan menyebabkan tidak fokus mengelola reksadana. Misalnya, ada produk reksadana buruk dan dana kelolaannya terus menyusut.

Manajer investasi tak membubarkannya, tapi membiarkan terbengkalai, lalu memilih membuat produk baru lagi.

Pengawasan OJK juga lebih sulit dilakukan karena jumlah produk menjadi lebih banyak. "Manajer investasi sebenarnya juga seringkali mengakali dengan melakukan subscription di akhir jangka waktu yang ditetapkan OJK agar menggenapi minimal NAB Rp 25 miliar. Setelah itu, dana di-redemption," ungkap Parto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto