JAKARTA. Waspadalah. Tren pelemahan rupiah versus dollar Amerika Serikat (AS) berpotensi menggerus imbal hasil investasi Anda Tapi jangan khawatir menghadapi kemungkinan buruk tersebut. Silakan menimbang ulang kembali alokasi aset Anda guna menahan kerugian. Sebagai gambaran, akhir pekan lalu (19/9), kurs tengah rupiah di Bank Indonesia berada di posisi Rp 11.985 menguat 0,37% dari hari sebelumnya yang menyentuh Rp 12.030 per dollar AS (18/9). Tapi kurs di akhir pekan itu melemah dibandingkan awal pekan lalu di level Rp 11.722. Jeffrosenberg Tan, Associate Director Sinarmas Asset Management, menilai, penguatan dollar AS bisa berlangsung jangka panjang. Memang, rupiah punya obat kuat, seperti aliran penanaman modal asing setelah ada kepastian kabinet baru. Namun, kenaikan suku bunga Bank Sentral AS berpeluang menekan hebat otot rupiah.
Di tengah tren penguatan dollar AS, investor harus bersiasat. Misalnya, mereka bisa memilih produk investasi berbasis dollar AS, saham emiten dengan omzet dollar AS, seperti perusahaan
crude palm oil (CPO) atau batubara. "Perusahaan CPO mulai menarik karena harga CPO mulai
bottoming. Paling tidak
short term speculative buy," kata Jeff, kemarin. Bagi investor yang memiliki akses investasi, bisa masuk ke bursa China dan Eropa. Bursa di kedua kawasan tersebut cukup menarik, karena tengah sibuk menggerojok stimulus moneter. Direktur Mandiri Manajemen Investasi Wendy Isnandar menyatakan, saham-saham yang berisiko melemah akibat depresiasi rupiah antara lain emiten transportasi. "Emiten yang diuntungkan tentu yang memiliki orientasi ekspor," ujar Wendy. Harsya Prasetyo, Head of Sales dan Marketing First State Investments Indonesia, menilai, pemilihan portofolio harus dilakukan sesuai kebutuhan investor. Misalnya, investor dengan pendapatan dollar AS, tapi kebutuhannya dalam rupiah, dapat memanfaatkan pelemahan rupiah saat ini untuk membeli dan mengakumulasi aset-aset dalam denominasi rupiah. Saran lain datang dari perencana keuangan Finansia Consulting, Eko Endarto. Ia menyarankan, investor yang memiliki kebutuhan dollar AS dalam jangka pendek, yakni antara dua hingga tiga bulan, bisa berinvestasi di deposito berdenominasi dollar AS. Lepas dari strategi jangka pendek, Head Of Operation dan Business Development Panin Asset Management Rudiyanto mengingatkan, berinvestasi harus sesuai tujuan dan jangka waktu. Jadi, seharusnya investor tidak terpengaruh pergerakan nilai mata uang. Apalagi belum diketahui pasti, sampai kapan dollar AS bisa menguat. Berikut rangkuman rekomendasi mereka: - Harsya Prasetyo, Head of Sales dan Marketing PT First State Investments Indonesia Investor dengan pendapatan atau aset dalam dollar AS serta kebutuhan dalam rupiah, dapat memanfaatkan pelemahan rupiah saat ini untuk membeli dan mengakumulasi aset-aset dalam denominasi rupiah seperti deposito rupiah (konservatif), SUN (moderat) atau reksadana saham (agresif). - Jeffrosenberg Tan, Associate Director Sinarmas Asset Management Investor berinvestasi di instrumen basis dollar AS atau saham emiten dengan omzet dollar AS, seperti perusahaan crude palm oil (CPO) atau batubara. Ada peluang di obligasi swasta dalam rupiah dengan rating yang bagus. Investor dapat mengambil apabila yield mencapai 13% hingga 15% untuk tenor tiga hingga lima tahun. Investor bisa memanfaatkan pelemahan rupiah untuk berinvestasi pada dollar AS. Investasi bisa dilakukan secara bertahap saat dollar AS di level Rp 11.600 hingga Rp 11.800. - Eko Endarto, Perencana Keuangan Investor yang memiliki kebutuhan dollar AS dalam jangka pendek, antara dua hingga tiga bulan, bisa berinvestasi di deposito berdenominasi dollar AS. Untuk kebutuhan enam bulan hingga satu tahun ke depan, bisa menempatkan di reksadana pasar uang berdenominasi dollar AS.
- Rudiyanto, Head of Operation & Business Development Panin Asset Management Investasi sesuai tujuan dan jangka waktu. Jangka waktu 5 tahun, dapat menempatkan 100% di reksadana saham. Jangka waktu 3-5 tahun, dapat mengalokasikan 100% di reksadana campuran. Jangka waktu 1-3 tahun dapat masuk 100% di reksadana pendapatan tetap. Jangka waktu kurang dari 1 tahun dapat masuk 100% di reksadana pasar uang atau deposito. - Jeffrosenberg Tan, Associate Director Sinarmas Asset Management Pilih perusahaan ekspor dengan regulatory risk kecil dan ekspornya bukan ke China. Jika tujuan ekspornya ke India, Korea dan Eropa masih bagus. Hindari emiten properti, mengingat harga properti mulai stagnan. Di sisi lain, tren perbankan yang mengurangi pertumbuhan kredit serta likuiditas, ketat diprediksi masih akan berlanjut karena loan to deposit ratio (LDR) perbankan yang rata-rata tinggi. Salah satu akibatnya, penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) melambat. Laju penguatan dollar AS cenderung membuat harga komoditas, termasuk emas, melemah. - Wendy Isnandar, Direktur Mandiri Manajemen Investasi Saham yang berisiko melemah mengikuti pelemahan rupiah antara lain emiten transportasi. Emiten itu merogoh biaya produksi lebih tinggi, sehingga membebani kinerjanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia