KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin meminta pemerintah mempertimbangkan secara matang jika nantinya akan melakukan reshuffle kabinet. Ujang meminta pemerintah mengedepankan penilaian secara kinerja dalam melakukan reshuffle kabinet. Penilaian secara politis dalam menentukan siapa menteri yang mesti diganti sifatnya subjektif karena bisa jadi terdapat menteri yang buruk kinerjanya tetapi tidak diganti. "Kalau perombakan kabinet tidak disusun dengan rapi, tidak dipilih orang orang terbaik dan profesional di bidangnya, maka kepercayaan publik akan lemah terhadap pemerintahan Jokowi," kata Ujang saat dihubungi, Jumat (16/4).
Lebih lanjut Ujang menilai, dinamika politik saat ini dapat sewaktu - waktu berubah. Terbuka peluang bagi PAN untuk masuk dalam kabinet pemerintahan Jokowi. Hal ini untuk menguatkan pemerintahan dan menarik semakin banyak dukungan di parlemen dalam pembentukan berbagai kebijakan. Baca Juga: Jokowi bakal lantik menteri baru pekan ini atau pekan depan Kendati demikian, Ujang menilai, semakin banyaknya kader partai politik yang menjadi menteri harus berdampak positif pada masyarakat. Jika tidak, masyarakat terus menyoroti dan mengkritik kinerja menteri. "Rakyat mengkritik keras terhadap kinerja menteri yang tidak bagus, di saat yang sama tidak pernah mendapat dampak positif dari reshuffle itu," terang Ujang. Sementara itu, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani mengatakan, harus ada kombinasi seimbang antara birokrat dengan teknokrat. Sehingga bisa terjadi akselerasi ekonomi, di sisi lain juga terjadi keseimbangan politik. Nomenklatur perubahan kabinet, terutama sektor ekonomi harus dipertahankan untuk menjaga ritme sentimen positif pasar dan pertumbuhan ekonomi yang cenderung naik. "Tim ekonomi, yang harus digenjot adalah ketercapaian target investasi," ujar Ajib kepada Kontan. Ajib mengatakan, digenjotnya ketercapaian target investasi karena ekonomi Indonesia masih terkontraksi. Sisi permintaan masih membutuhkan sokongan subsidi dari pemerintah agar tetap terjaga. Sedangkan sisi supply membutuhkan banyak insentif agar terus berproduksi karena dalam jangka menengah, investasi menopang lebih dari 30% PDB.