Resi gudang jadi alternatif peredam inflasi



JAKARTA.Pemerintah berupaya mendorong petani untuk menggunakan resi gudang guna mencukupi kebutuhan likuiditas mereka. Dengan memanfaatkan resi gudang, pemerintah berharap hasil pertanian tidak langsung jatuh ke tangan tengkulak. Pemerintah menduga hasil bumi yang ada di tangan tengkulak bisa menyebabkan harga bahan pangan fluktuatif.

Dengan memanfaatkan resi gudang, berarti hasil panen petani tidak perlu langsung di jual. Petani cukup menyimpan hasil bumi di gudang, sesuai dengan standar, lalu akan mendapatkan semacam sertifikat kepemilikan barang. Nah sertifikat inilah yang bisa digadaikan kepada perbankan.

Pemerintah pun telah menetapkan subsidi bunga bagi resi gudang ini. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.171/PMK.05/2009, subsidi bunga yang diberikan pemerintah sebesar 6% per tahun, untuk jangka waktu pinjaman selama enam bulan.


Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, dengan sistem resi gudang ini akan membuat stok pangan di tiap daerah terjaga. Dengan begitu, gejolak harga pangan pun bisa terkendali, sementara petani tidak dirugikan oleh ulah spekulasi para tengkulak.

Tapi, ekonom menilai, sistem ini belum cukup ampuh untuk bisa mengendalikan inflasi jangka panjang. Direktur Eksekutif Indef Ahmad Erani Yustika perpendapat, sistem resi gudang bisa menjadi satu alternatif untuk bisa mengatasi masalah logistik. “Hanya saja, variabel inflasi di Indonesia cukup banyak, sehingga tidak bisa hanya dituntaskan dengan satu pendekatan saja," jelasnya, Minggu (20/5).

Ia mengakui, dengan sistem resi gudang, pasokan barang bisa lebih baik, dan tingkat kesejahteraan petani pun terdongkrak. Sayangnya, resi gudang memiliki beberapa kelemahan, salah satunya hanya bisa dipakai untuk komoditas yang tahan lama.

Akibatnya, komoditas yang tidak tahan lama seperti cabai, sayur-sayuran, telur dan daging tidak bisa memanfaatkan resi gudang. Alhasil, "Sistem resi gudang tidak akan efektif, cuma dalam beberapa hal memang menjadi salah satu alternatif," katanya.

Pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada, Tony Prasetyantono juga mengakui, secara teoritis manajemen sisi suplai cukup baik. "Tapi saya ragu ini bisa dilaksanakan di level petani," ungkapnya.

Tony melihat, beberapa komoditas utama di Indonesia masih menganut sistem oligopoli, contohnya beras. Bahkan, ia menilai, selama ini kenaikan harga beras terjadi karena pasokan yang seret.

Salah satunya, karena pemerintah terlambat memutuskan impor beras jika pasokan di dalam negeri tak mencukupi. Makanya, ia menyarankan pemerintah untuk memperbaiki manajemen suplai beras oleh Bulog.

Para ekonom juga pesimistis resi gudang bisa ampuh untuk memenuhi target mencapai inflasi jangka panjang sebesar 4%-4,5% pada beberapa tahun ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie