KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN) akan keluar dari Indeks FTSE Global Equity Indonesia kategori
large cap pada hari ini Rabu 25 September 2024. Lalu, investor sebaiknya pilih membeli atau menjual saham tersebut? Harga saham BREN melorot karena pengumuman FTSE yang mencoret BREN dari konstituen indeks tersebut dengan alasan adanya konsentrasi pemegang saham yang tinggi alias
high shareholder concentration atau terkait dengan jumlah saham yang beredar di pasar reguler
(free float). Padahal, BREN baru masuk ke dalam indeks FTSE Global Equity Series-Large Cap pada Senin (23/9) lalu. Dalam keterangan tertulis FTSE Russel pada Kamis (19/9) lalu, BREN dinilai tidak memenuhi aturan
free float restriction alias restriksi batas minimal saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik. FTSE pun melihat, ada empat pemegang saham yang mengendalikan 97% dari total saham yang diterbitkan.
Harga saham BREN pada perdagangan Kamis 19 September 2024 ditutup di level 11.025. Sehari kemudian, harga saham BREN melorot ke level 8.825. Saham BREN yang merupakan milik orang terkaya Indonesia, Prajogo Pangestu ini melorot ke titik terendah di level 7.075 pada 23 September 2024. Ini adalah harga terendah saham BREN sejak Juni 2024. Pada perdagangan Rabu 24 September 2024, harga saham BREN mulai bangkit di level 7.225, naik 150 poin atau 2,12% dibandingkan sehari sebelumnya.
Manajemen BREN telah buka suara atas kebijakan FTSE tersebut. Direktur & Sekretaris Perusahaan BREN Merly mengungkapkan sejak 23 Agustus hingga 19 September 2024 tidak terjadi perubahan signifikan terhadap kepemilikan
floating shares BREN. Adapun, 23 Agustus 2024 merupakan tanggal pengumuman FTSE Global Equity Index Series yang memasukkan BREN ke dalam indeks, sedangkan 19 September 2024 merupakan pengumuman BREN tidak lagi menjadi konstituen indeks. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 19 September 2024, jumlah saham yang memenuhi persyaratan
free float berdasarkan ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah sebesar 15,60 miliar saham atau 11,66% dari total saham BREN. Jumlah tersebut tidak berubah signifikan dibandingkan dengan persentase
free float berdasarkan prospektus penawaran umum perdana saham alias
Initial Public Offering (IPO) yang menyebutkan bahwa jumlah saham
free float adalah sebanyak 15,69 miliar saham atau 11,73%. Ada empat pemegang saham yang menguasai sebanyak 97% saham BREN berdasarkan prospektus IPO. Mereka adalah PT Barito Pacific Tbk (BRPT) sebanyak 64,66%, Green Era Energy Pte. Ltd. (23,60%), Jupiter Tiger Holdings (4,36%) dan Prime Hill Funds (4,36%). Sampai dengan 19 September 2024, porsi kepemilikan BRPT dan Green Era Energy masih sama, masing-masing 64,66% dan 23,60%. Sedangkan Jupiter Tiger Holdings berubah menjadi 3,94% dan Prime Hill Funds sebanyak 3,76%. Adapun, kepemilikan saham dari Jupiter Tiger dan Prime Hill masuk ke dalam
floating shares.
Baca Juga: Cara Ke Bandara Soekarno-Hatta Hemat dengan Damri, Ini Rute & Harga Tiketnya Rekomendasi saham BREN Founder Indonesia Investment Education Rita Efendy mengatakan, setelah BREN resmi keluar dari Indeks FTSE, pandangan investor cenderung terbagi. Beberapa investor institusional yang harus mematuhi indeks FTSE mungkin terpaksa melepas saham BREN sebagai bagian dari penyesuaian portofolio. Hal ini bisa menyebabkan tekanan jual jangka pendek. Namun, dalam dua hari perdagangan terakhir, ada investor juga terlihat mengambil sikap
wait and see. “Mereka mungkin memperhatikan perkembangan bisnis yang akan menunjang fundamental perusahaan yang lebih baik sebelum mengambil keputusan lebih lanjut,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (24/9). Sebagian investor dengan strategi jangka panjang yang yakin pada prospek bisnis BREN, terutama di sektor energi terbarukan, mungkin mereka lebih memilih untuk menambah kepemilikan. Para investor ini memanfaatkan potensi harga yang lebih rendah setelah adanya penjualan oleh institusi. Ke depannya, jika BREN mampu menunjukkan performa bisnis yang baik, investor bisa kembali tertarik. Namun, untuk saat ini, banyak investor yang cenderung memilih untuk menunggu perkembangan lebih lanjut sebelum membuat keputusan besar terutama investor institusi. “Investor jangka pendek banyak yang masih berkeyakinan akan potensi BREN untuk di masukan ke indeks global lain, seperti MSCI yang akan di-
review pada November 2024, mereka memilih cicil
buy on weakness,” ungkap dia. Sebagai investor ritel, Rita pun memanfaatkan strategi
buy on weaknes di situasi saat ini. Sebab, investor ritel memang tidak terikat banyak aturan layaknya investor institusional. “Harga yang terkoreksi jauh saya manfaatkan untuk
buy on weakness, seperti yang dilakukan hari ini. Saham milik Prajogo Pangestu masih memiliki daya tarik dan peluang cuan yang menarik untuk investor ritel,” tuturnya. Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai, FTSE memiliki hak untuk memasukkan dan mengeluarkan saham perusahaan yang dinilai layak untuk menjadi konstituen di dalam indeks mereka. Namun, keputusan FTSE itu dianggap kurang hati-hati, dan hanya mendisrupsi pasar saham Indonesia. “Investor pun sudah rugi dalam dua hari, yaitu Jumat pekan lalu dan Senin kemarin,” ujar Budi kepada Kontan.co.id, Selasa (24/9). Setelah BREN keluar dari Indeks FTSE, Budi melihat, akan ada aksi beli yang lebih besar daripada aksi jual. Kecuali, jika semua investor ikut menjual kepemilikan. Budi menyarankan, investor untuk memantau
bid and offer BREN pada perdagangan esok hari. Jika aksi beli besok lebih dominan, investor bisa membeli BREN. Jika sebaliknya, sebaiknya kepemilikannya bisa dilepas. “Sulit melawan aksi masuk atau keluar investor besar dengan nilai yang nilainya sangat fantastis ini. Setengah hari perdagangan hari ini saja, transaksi BREN sekitar Rp 2,7 triliun,” tutur dia. Budi melihat, harga saham BREN memang tidak murah, sehingga daya tarik investor untuk memiliki saham emiten ini lebih didorong faktor lain, seperti adanya
liquidity provider dan sosok sang pemilik, yaitu Prajogo Pangestu.
Baca Juga: BREN Ambles Lagi, Ini Batasan Harga untuk Masuk Ke Saham Milik Orang Terkaya RI Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina melihat, investor yang memegang saham BREN punya kecenderungan untuk berinvestasi dengan cara
trading. Hal ini karena valuasi saham BREN yang dianggap masih mahal, meskipun kinerja perseroan terbilang baik. “Untuk
trading aja, karena memanfaatkan volatilitas pasar. Penurunan harga BREN saat ini juga tengah dimanfaatkan investor yang mencari harga yang lebih baik. Tetapi, memang untuk
trading saja. Karena kinerjanya ada (baik), tapi harga mahal,” ujarnya saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (24/9). Martha pun melihat volatilitas harga BREN kemungkinan tidak akan memberatkan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir tahun 2024. Namun, harus menjadi catatan bahwa kapitalisasi pasar BREN sangat besar dan potensi pengaruhnya ke gerak IHSG sangat tinggi. Per hari ini, kapitalisasi pasar BREN sebesar Rp 966,61 triliun. “Kalau jadi pemberat juga tidak terlalu. Buktinya, hari ini gerak saham para emiten milik Prajogo Pangestu terpantau ada
list penopang hari ini,” tuturnya. Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan
accumulative buy untuk BREN dengan target harga Rp 10.725 per saham Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama Kiswoyo Adi Joe melihat, kinerja BREN dilihat menarik oleh para investor akibat fokus bisnis perusahaan yang fokus pada energi baru terbarukan (EBT). “Apalagi, BREN diketahui akan segera menambah kapasitas pembangkit mereka,” kata Kiswoyo kepada Kontan.co.id, Selasa (24/9). Pada 18 September 2024, Star Energy Geothermal, anak perusahaan BREN, secara signifikan akan meningkatkan kapasitas terpasangnya, yang diumumkan melalui dengan pengumuman pemenang tender terpilih di dalam International Geothermal Conference and Exhibition 2024 (IIGCE). Inisiatif strategis ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Star Energy Geothermal melalui proyek
retrofitting dan penambahan kapasitas baru. Inisiatif tersebut terdiri dari penambahan pembangkit baru dan ekspansi, serta peningkatan kapasitas di unit yang sudah ada.
“Meskipun ada nama Prajogo Pangestu di belakangnya, tetapi kinerja BREN sangat prospektif, bahkan dalam jangka waktu yang panjang. Sentimen investor terhadap nama Prajogo hanya sebagai apresiasi pasar terhadap aset milik dia yang premium,” tuturnya. Kiswoyo pun merekomendasikan beli saham BREN dengan target harga di atas Rp 11.000 per saham di akhir tahun 2024.
Baca Juga: Cara & Syarat Membuat e-KTP Tak Perlu Pengantar RT RW, Umur 17 Tahun Wajib Tahu Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto