KONTAN.CO.ID - Jakarta. Simak daftar obat sirup yang dilarang dan ditarik dari peredaran oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Untuk sementara, ada 5 obat sirup yang dilarang dan ditarik peredaran. Obat sirup yang dilarang dan ditarik dari peredaran oleh BPOM itu karena mengandung cemaran Etilen glikol yang melebihi ambang batas. Etiel glikol diduga menjadi penyebab maraknya kasus gagal ginjal akut misterius pada anak-anak balita. Obat sirup yang dilarang tersebut dari obat penurun demam dan batuk untuk anak-anak. Umumnya, obat sirup yang dilarang tersebut dijual bebas di toko obat dan apotek.
Jika Anda masih memiliki obat sirup yang dilarang tersebut, lebih baik jangan digunakan. Gunakan obat lain sesuai anjuran dokter jika anak sakit.
Baca Juga: Kemenkes Setop Obat Sirup, Ini Bahan Herbal Untuk Mengatasi Sakit Gigi Anak Dilansir dari website resmi BPOM, obat sirup yang dilarang dan ditarik dari peredaran tersebut adalah:
- Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
- Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
- Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.
- Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.
- Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.
Penetapan obat sirup yang dilarang tersebut merupakan hasil pengawasan terhadap obat cair yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). Berdasarkan hasil pengawasan rutin BPOM yang dilakukan secara berkesinambungan, sejumlah sirup obat yang beredar masih memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu. Terkait dengan sirup obat, BPOM telah melakukan tindakan regulatori berbasis risiko, berupa penelusuran sirup obat yang terdaftar dan beredar di Indonesia, pelaksanaan sampling, dan pengujian secara bertahap terhadap sirup obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG. Dalam pelaksanaan pengujian terhadap dugaan cemaran EG dan DEG dalam sirup obat, acuan yang digunakan adalah Farmakope Indonesia dan/atau acuan lain yang sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai standar baku nasional untuk jaminan mutu semua obat yang beredar. Sirup obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG kemungkinan berasal dari 4 (empat) bahan tambahan yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol, yang bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang digunakan dalam pembuatan sirup obat. Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari. BPOM telah melakukan sampling terhadap 39 bets dari 26 sirup obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG berdasarkan kriteria sampling dan pengujian antara lain:
- Diduga digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum dan selama berada/masuk rumah sakit.
- Diproduksi oleh produsen yang menggunakan empat bahan baku pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol dengan jumlah volume yang besar.
- Diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak kepatuhan minimal dalam pemenuhan aspek mutu.
- Diperoleh dari rantai pasok yang diduga berasal dari sumber yang berisiko terkait mutu.
Namun demikian, hasil uji cemaran EG tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut, karena selain penggunaan obat, masih ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca COVID-19. Terhadap hasil uji 5 obat sirup yang dilarang dan mengandung EG melebihi ambang batas aman tersebut, BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk. Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan. BPOM telah memerintahkan kepada semua industri farmasi yang memiliki sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG untuk melaporkan hasil pengujian mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan. BPOM bersama Kementerian Kesehatan, pakar kefarmasian, pakar farmakologi klinis, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif berbagai kemungkinan faktor risiko penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI). Pada penjelasannya Rekomendasi obat selain sirup Dengan adanya larangan obat sirup di atas, lalu bagaimana jika anak sakit? Dilansir dari
Kompas.com, Dokter spesialis anak di Mayapada Hospital Kuningan, dr. Kurniawan Satria Denta, M.Sc, Sp.A menyampaikan, anak yang demam masih bisa diberikan obat paracetamol. Jika anak sakit dan ingin konsumsi paracetamol untuk menurunkan panas/demam bisa dengan sediaan selain sirup. Ia mengatakan, misal terdapat paracetamol tablet, maka dapat digerus. "Kalau misalnya paracetamol sediaannya ada tablet, tablet yang digerus, ada yang lewat dubur," ujar Denta, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (20/10/2022). Ia menambahkan, meski ada beberapa sediaan paracetamol, pasien diwajibkan untuk mengonsultasikan hal tersebut ke dokter sebelum mengonsumsi obat dalam bentuk sediaan selain sirup. "Sebetulnya, prinsipnya menanggapi isu yang berkembang jadi kalau minum obat harus dikonsultasikan dulu," lanjut dia. Tindakan konsultasi ini juga penting jika dokter sudah memberikan obat jauh-jauh hari, namun dalam bentuk sediaan sirup. Denta mengatakan, konsultasi juga menentukan apakah obat sirup yang sudah terlanjur diresepkan itu harus tetap diminumkan atau seperti apa. Chief Executive Officer (CEO) PT Konimex Rachmadi Joesoef, melalui pernyataan tertulis yang dikirimkan oleh konsultan medianya Haekal Umri, dari Ogilvy Indonesia menyampaikan bantahan mereka terhadap temuan kandungan BPOM akan adanya zat berbahaya Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) di produk Termorex Sirup 60ml yang beredar di masyarakat. "PT Konimex menyatakan bahwa seluruh obat dalam bentuk sirup yang kami produksi tidak menggunakan bahan baku EG dan DEG," kata Rachmadi dalam pernyataan tertulis yang diterima KONTAN (23/10). Ia menyatakan bahwa temuan BPOM belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan obat dalam bentuk sirup memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut. Rachmadi Joesoef juga menegaskan, PT Konimex telah memastikan bahan baku yang mereka gunakan dari mitra pemasok yang telah bermitra selama puluhan tahun telah memenuhi persyaratan sesuai buku standar obat yang dikeluarkan oleh badan resmi Pemerintah (Farmakope).
Baca Juga: BPOM Temukan Produk Termorex Sirup Mengandung Zat Berbahaya, Ini Bantahan Konimex Meskipun demikian Rachmadi menyatakan PT Konimex memahami langkah antisipatif yang diambil oleh pihak berwenang melalui Surat Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Nomor: R-PW.01.12.35.352.10.22.1698, perihal: Penghentian Produksi, Distribusi, dan Penarikan Kembali (recall) Obat, tertanggal 17 Oktober 2022 yang kami terima pada tanggal 20 Oktober 2022. Sebagai bentuk kepatuhan manajemen PT Konimex kepada peraturan BPOM, saat ini Konimex tengah mempersiapkan langkah untuk melakukan penghentian produksi, distribusi dan penarikan kembali (recall) produk Termorex Sirup 60ml dengan nomor batch: AUG22A06, sesuai surat edaran dari BPOM. Namun pada jumpa pers hari Minggu (23/10) Kepala BPOM Penny Lukito menegaskan bahwa produk Termorex Sirup yang bermasalah hanyalah salah satu dari fial produksi, dan produk tersebut yang harus di tarik dari peredaran. Sementara hasil pemeriksaan dari proses produksi dan pengecekan bahan baku, BPOM menyatakan bahwa produk Termorex Sirup yang lain tidak bermasalah sehingga masih dianggap aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Baca Juga: Sah! BPOM Mencoret Termorex Sirup dari Daftar Obat Terlarang Dikonsumsi Obat penurun panas atau demam selain paracetamol Selain itu, Denta juga menyampaikan bahwa jika anak terserang panas atau demam, tidak melulu membutuhkan paracetamol. Obat lain yang bisa dikonsumsi, yakni ibuprofen. "Kalau demam minum obatnya paling ibuprofen, tapi masalahnya bukan di parasetamolnya, tapi di sediaan sirup, dan zat-zat tambahan lainnya," ujar Denta. "Kalau mengikut arahan pemerintah, ya walaupun konsumsi selain paracetamol tapi kalau sediannya sirup ya sama saja, kan, kalau enggak ada arah dokter," lanjut dia. Meski sakit panas pada anak terkadang membuat orang tua kebingungan, Denta menyarankan untuk melakukan langkah-langkah pereda panas selain mengonsumsi obat. Ia menjelaskan, jika panas tubuh atau saat demam tidak mencapai 38 derajat celsius, maka orang yang sakit itu bisa diberi minum yang agak banyak agar tidak dehidrasi.
Kemudian, pasien bisa dikompres menggunakan handuk hangat. Selanjutnya, pasien dianjurkan untuk menggunakan baju tebal. Itulah daftar obat sirup yang dilarang dan ditarik dari peredaran oleh BPOM serta alternatif obat untuk anak-anak sakit demam. Jangan asal memberikan obat untuk anak, konsultasikan dahulu dengan dokter.
Berita ini telah ditambahkan UPDATE pada Senin 24 Oktober 2022 penjelasan dari PT Konimex dari pernyataan tertulis CEO Konimex (24/10) dan Pernyataan terakhir dari Kepala BPOM Penny Lukito pada Minggu (23/10). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto