KONTAN.CO.ID - Jakarta. Mardani Haji Maming resmi menjadi tersangka kasus dugaan suap izin pertambangan setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berikut perjalanan kasus dan sepak terjang Mardani Maming. Mardani Maming adalah mantan Bupati Tanah Bumbu yang sempat dinyatakan buronan KPK karena tak pernah menghadiri panggilan KPK untuk pemeriksaan. . Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Mardani Maming ditetapkan tersangka kasus dugaan suap terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
“MM yang menjabat sebagai bupati Tanah Bumbu periode tahun 2010-2015 dan periode tahun 2016-2018, memiliki wewenang yang satu di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan IUP operasi pertambangan di wilayah Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan,” terang Alexander pada Konferensi pers dipantau secara daring, Kamis malam (28/7). Berikut perjalanan kasus Mardani Maming: Pada tahun 2010, salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengemudi PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP operasi pembagunan milik PT Banun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan selatan. Selanjutnya, Henry Soetio diduga melakukan pendekatan dan meminta bantuan kepada Mardani Maming agar dapat memperlancar proses peralihan IUP oprasi pembangunan dari PT BKPL ke PT PCN.
Baca Juga: KPK Tahan Mardani Maming Usai Menyerahkan Diri KPK menduga di awal 2011, Mardani Maming mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu. “Dalam pertemuan tersebut, Mardani Maming diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP operasi pembangunan dari Henry Soetio,” terang Alexander. Lalu pada bulan Juni 2011, surat keputusan Mardani Maming selaku bupati tentang IUP oprasi pembangunan terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani Mardani Maming. KPK juga menduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-
backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang. Menurut Alex, peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dimana dalam pasal ini dijelaskan pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain. Tidak sampai disini, Alex menerangkan, pihak Mardani Maming juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas perusahan miliknya yaitu PT Angsana Terminal Utama (ATU). “KPK menduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu,” ujar Alex. Pada tahun 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio di mana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU. KPK menduga telah terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada Mardani Maming melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming. Menurut Alex, berdasarkan dari hasil penyelidikan, Mardani Maming diduga menerima uang dengan jumlah sekitar Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 2014 – 2020. “Telah ditemukan bukti yang cukup. Sehingga KPK meningkatkan kasus perkara ini ke penyidikan dengan mengumumkan tersangka MM,” sebut Alexander. Bantahan Mardani Maming Dilansir dari Kompas.com, Mardani Maming mengaku heran ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi IUP tersebut. Mardani Maming klaim, tidak ada permasalahan terkait izin pertambangan yang ia dikeluarkan semasa menjabat sebagai bupati. Hal itu sebagaimana fakta sidang di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin yang menyatakan bahwa perkara terkait IUP di Tanah Bumbu sesuai dengan proses. "Masalah IUP itu sudah berjalan, dan ada paraf kepala dinas teknisnya sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin," ujar Mardani Maming saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022). "Dan itu IUP kejadiannya tahun 2011, tapi dipermasalahkannya di tahun 2021," ucap Mardani Maming yang juga Bendahara Umum (Bendum) nonaktif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu. Mardani Maming menegaskan, perizinan tambang itu telah melalui proses panjang mulai dari kajian di daerah hingga pusat. Bahkan, IUP yang dikeluarkan telah medapatkan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Di sana sudah sesuai proses, diverifikasi di dinas pertambangan provinsi lolos, diverifikasi di pusat ESDM itu mendapatkan CNC," jelas Mardani Maming . Lebih lanjut, Mardani Maming juga membantah adanya dugaan gratifikasi terkait IUP yang dikeluarkan pada tahun 2011. Ia mengeklaim, kasus yang menjeratnya menjadi tersangka di KPK murni permasalahan bisnis. "Yang dinyatakan gratifikasi itu adalah murni masalah business to business," ujar Mardani Maming. Profil Mardani Maming Mardani Maming adalah politisi PDIP yang lahir tanggal 17 September 1981. Mardani Maming memulai karir politik sebagai anggota DPRD Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan tahun 2009. Karir politik Mardani Maming cukup cemerlang. Setahun menjadi anggota DPRD, Mardani Maming memenangi Pilkada dan dilantik menjadi Bupati Kabupaten Tanah Bumbu periode 2010-2015. Dengan usia yang baru 29 tahun, Mardani Maming pun tercatat dalam rekor MURI sebagai bupati termuda di Indonesia. Mardani Maming juga kembali terpilih sebagai bupati Kabupaten Tanah Bumbu periode 2016-2018. Tahun 2015, Mardani Maming juga terpilih sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) (2015–2020), Mengutip Kompas.com, Mardani Maming mengundurkan diri dari jabatannya sebagai bupati pada tahun 2018. Mardani Maming mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI pada Pemilu 2019. Namun, Mardani Maming kemudian batal mencalonkan diri sebagai anggota legislatif karena alasan keluarga dan membangun usaha. Pada 2019, Mardani Maming dipercaya menjabat sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi). Mardani Maming menggantikan Bahlil Lahadalia yang diangkat sebagai Menteri Investasi. Mardani Maming juga terpilih sebagai Ketua Dewan Pengurus (DPD) PDI-P Kalimantan Selatan pada tahun yang sama. Selain di bidang politik, Maming juga ditunjuk sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022-2027. Harta kekayaan Mardani Maming Mengutip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Mardani Maming terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 2018. Saat itu, harta kekayaan Mardani Maming mencapai Rp 44,8 miliar. Mayoritas harta Mardani Maming berupa tanah dan bangunan di sejumlah daerah di Tanah Bumbu dengan total nilai Rp 40,9 miliar. Mardani Maming juga memiliki kekayaan berupa 2 unit mobil dan 3 motor dengan total mencapai Rp 1.152.500.000. Sementara kekayaan Mardani Maming berupa harta bergerak lain mencapai Rp 325.500.000. Dalam laporan itu, Mardani Maming juga memiliki harta berupa surat berharga senilai Rp 790.000.000, serta kas dan setara kas sebesar Rp 1.681.227.868. Harta kekayaan Mardani Maming tersebut jauh melonjak dibandingkan ketika awal menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu. Pada tahun 2011, laporan karta kekayaan Mardani Maming sebanyak Rp 17,6 miliar. Dalam pemberitaan Kompas.com, Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat DPP PDI-P M Nurdin menyatakan tidak akan intervensi kasus yang melibatkan kadernya, Mardani Maming. Menurut Nurdin, PDIP berpegang teguh kepada prinsip bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Untuk itu, PDIP menghormati segala proses hukum yang berjalan terhadap Mardani Maming. "Karenanya pula, (PDI-P) tidak akan melakukan intervensi apapun terhadap proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum manapun termasuk KPK dalam perkara ini," tegasnya. Bisnis Mardani Maming Mardani Maming adalah pengusaha muda yang sangat sukses. Mardani Maming adalah generasi kedua penerus bisnis Batulicin Enam Sembilan Group. Kelompok bisnis ini membawahi puluhan perusahaan yang bergerak di berbagai bidang usaha, terutama bisnis pertambangan dan lini bisnis terkait. Batulicin Enam Sembilan Group adalah salah satu grup perusahaan terbesar di Kalimantan Selatan. Gurita bisnis mulai dari tambang batu bara, pengangkutan batu bara, penyewaan alat berat, perkebunan kelapa sawit, jasa keamanan, pelayaran, hingga investasi. Perusahaan juga memiliki lini bisnis yang tidak terkait dengan tambang seperti perusahaan jasa penerbangan, properti, air minum kemasan, hingga memiliki perusahaan media massa.
Laman resmi Enam Sembilan Group menyatakan perusahaan ini dirintis Haji Maming, ayah Mardani Maming, yang awalnya masih berbentuk badan usaha CV Bina Usaha pada 2003. Bidang usaha Haji Maming yaitu pertambangan, jasa sewa alat berat, transportasi, dan pengelolaan terminal batubara serta pabrik es untuk keperluan nelayan setempat. CV Bina Usaha ini terus berkembang pesat. Bahkan pada tahun 2005, Haji Maming mendapatkan izin ekspoloitasi tambang batu bara, dan selanjutnya di 2007 mendapatkan izin ekspolitasi tambang bijih besi. Karena pesatnya bisnis, keluarga Maming kemudian meningkatkan statusnya dari badan usaha CV menjadi PT Bina Usaha. Kemudian di tahun 2011, karena bidang usaha yang semakin banyak, didirikanlah PT Batulicin Enam Sembilan sebagai perusahaan induk yang membawagi 30 anak perusahaan. Kini sepeninggal Haji Maming, Batulicin Enam Sembilan Group diteruskan oleh Mardani Maming dan saudara kandungnya, Rois Sunandar Maming. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto