Resolusi Majelis Umum PBB: Palestina Memenuhi Syarat untuk Menjadi Anggota Penuh PBB



KONTAN.CO.ID - JAKRATA. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Jumat (10/5) secara bulat mendukung upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB. 

Majelis Umum PBB juga mengakui Palestina telah memenuhi syarat untuk bergabung dan merekomendasikan Dewan Keamanan PBB untuk “mempertimbangkan kembali masalah ini dengan baik.”

Majelis Umum PBB melakukan yang beranggotakan 193 orang perwakilan negara melakukan pemungutan suara. Pemungutan suara tersebut merupakan survei global mengenai dukungan terhadap upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB. 


Baca Juga: Upaya Palestina Menjadi Anggota Penuh PBB Mendapat Dukungan

Pengakuan Majelis Umum PBB ini menjadi sebuah langkah yang secara efektif akan mengakui negara Palestina – setelah Amerika Serikat menggunakan hak veto  di Dewan Keamanan PBB untuk menolak usulan keanggotaan penuh Palestina di PBB ada bulan lalu.

Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi dengan 143 suara mendukung, dan sembilan suara menentang – termasuk AS dan Israel. Sementara sebanyak 25 negara pilih abstain. 

Sebagai catatan, putusan atau resolusi dari Majelis Umum PBB ini tidak memberikan warga Palestina keanggotaan penuh di PBB, namun hanya mengakui mereka memenuhi syarat untuk bergabung. Putusan untuk memberikan keanggotaan penuh dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB yang didalamnya ada hak veto Amerika Serikat.

Permohonan untuk menjadi anggota penuh PBB pertama-tama harus disetujui oleh Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 orang dan kemudian Majelis Umum. 

Jika keputusan tersebut disetujui lagi oleh dewan, kemungkinan besar mereka akan menghadapi nasib yang sama: Amerika yang selama ini mengklaim sebagai negara demokratis, akan memveto demi kepentingan sekutu utamanya Israel.

Baca Juga: Upaya Palestina Menjadi Anggota Penuh PBB Mendapat Dukungan

Resolusi tersebut "menetapkan bahwa Negara Palestina... oleh karena itu harus diterima menjadi anggotanya" dan "merekomendasikan agar Dewan Keamanan mempertimbangkan kembali masalah ini dengan baik."

Dorongan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB terjadi tujuh bulan setelah perang antara Israel dan militan Palestina Hamas di Jalur Gaza, dan ketika Israel memperluas pemukiman di Tepi Barat yang diduduki, yang dianggap ilegal oleh PBB.

“Kami menginginkan perdamaian, kami menginginkan kebebasan,” kata Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour kepada majelis sebelum pemungutan suara. 

“Pemungutan suara ya berarti mendukung keberadaan Palestina, tidak menentang negara mana pun. … Ini adalah investasi dalam perdamaian.” katanya.

Baca Juga: Arab Saudi Serukan Dewan Keamanan PBB Tidak Menentang Konsensus Internasional

“Memilih ya adalah hal yang benar untuk dilakukan,” katanya dalam sambutan yang mendapat tepuk tangan.

Berdasarkan Piagam PBB, keanggotaan terbuka bagi “negara-negara cinta damai” yang menerima kewajiban dalam dokumen tersebut dan mampu serta bersedia melaksanakannya.

“Selama masih banyak di antara Anda yang ‘membenci Yahudi’, Anda tidak terlalu peduli bahwa orang-orang Palestina tidak ‘cinta damai’,” kata Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan, yang berbicara setelah Mansour, kepada rekan-rekan diplomatnya. 

Dia menuduh majelis umum PBB tersebut merobek-robek Piagam PBB - karena dia menggunakan mesin penghancur kecil untuk menghancurkan salinan Piagam tersebut saat berada di podium. "Kamu memalukan," kata Erdan.

Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Resmi Ajukan Palestina Menjadi Anggota Penuh PBB ke Komite

HAK TAMBAHAN di PBB 

Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood mengatakan kepada Majelis Umum setelah pemungutan suara bahwa tindakan sepihak di PBB dan di lapangan tidak akan memajukan solusi dua negara.

“Pemungutan suara kami tidak mencerminkan penolakan terhadap kenegaraan Palestina; kami sangat jelas mendukungnya dan berusaha memajukannya secara bermakna. Sebaliknya, ini merupakan pengakuan bahwa kenegaraan hanya akan terwujud melalui proses yang melibatkan negosiasi langsung antara para pihak,” dia berkata.

Seperti kita tahu, PBB telah lama mendukung visi dua negara yang hidup berdampingan dalam batas-batas yang aman dan diakui. 

Palestina menginginkan sebuah negara di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza, seluruh wilayah yang direbut oleh Israel dalam perang tahun 1967 dengan negara-negara Arab tetangganya.

Resolusi Majelis Umum yang diadopsi pada hari Jumat memang memberi Palestina beberapa hak dan keistimewaan tambahan mulai September 2024 – seperti kursi di antara anggota PBB di aula pertemuan – tetapi mereka tidak akan diberikan hak suara di badan tersebut.

Palestina saat ini merupakan negara pengamat non-anggota, sebuah pengakuan de facto atas status kenegaraan yang diberikan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2012.

Palestina diwakili di PBB oleh Otoritas Palestina, yang menjalankan pemerintahan sendiri secara terbatas di Tepi Barat. 

Adapun pejuang kemerdekaan Palestina, Hamas menggulingkan Otoritas Palestina dari kekuasaan di Gaza pada tahun 2007. Hamas merupakan salah satu faksi di Palestina yang memiliki tujuan dan menyerukan penghancuran Israel. Kelompok pejuang kemerdekaan Palesina ini juga yang  melancarkan serangan pada 7 Oktober terhadap Israel yang memicu serangan Israel terhadap Gaza.

Erdan mengatakan pada hari Senin bahwa, jika Majelis Umum mengadopsi resolusi tersebut, ia memperkirakan Washington akan memotong pendanaan untuk PBB dan lembaga-lembaganya.

Baca Juga: AS Gunakan Hak Veto Menolak, Negara Palestina Gagal Menjadi Anggota Penuh PBB

Berdasarkan undang-undang AS, Washington tidak dapat mendanai organisasi PBB mana pun yang memberikan keanggotaan penuh kepada kelompok mana pun yang tidak memiliki “atribut yang diakui secara internasional” sebagai negara bagian. 

Amerika Serikat memotong pendanaan pada tahun 2011 untuk badan kebudayaan PBB, UNESCO, setelah lembaga ini mengakui dan menerima Palestina untuk bergabung sebagai anggota penuh.

Pada hari Kamis, 25 senator Partai Republik AS – lebih dari separuh anggota partai tersebut di majelis – memperkenalkan rancangan undang-undang untuk memperketat pembatasan tersebut dan memotong pendanaan kepada entitas mana pun yang memberikan hak dan keistimewaan kepada warga Palestina. 

RUU tersebut kemungkinan besar tidak akan lolos di Senat, yang dikendalikan oleh Partai Demokrat yang dipimpin Presiden Joe Biden.

Editor: Syamsul Azhar