Respons Samudera Indonesia terkait kebijakan SSm & joint inspection di Tanjung Priok



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan single submission dan joint inspection sudah mulai berjalan pada bulan November 2020. Pemerintah mulai menerapkan SSm dan joint inspection di Pelabuhan Tanjung Priok.

Penerapan SSm dan Joint Inspection dilakukan Bea Cukai, Badan Karantina Pertanian bersama Balai Besar Karantina Ikan serta Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). Pemerintah menyatakan program ini menjadi bentuk insentif non-fiskal sebagai upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Secara sederhana single submission (SSm) dan joint inspection merupakan proses pemeriksaan dokumen impor sejumlah barang dalam satu atap. Kebijakan ini adalah amanat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.


Sebelum SSm dan joint inspection diimplementasikan, barang impor yang memiliki karakteristik tertentu diperiksa oleh karantina terlebih dahulu. Misalnya, tumbuhan, hewan, dan ikan. Setelah itu, barang impor ini juga berpotensi diperiksa oleh Bea Cukai.

Baca Juga: Mulai membaik, pemohonan Nomor Induk Berusaha (NIB) di Oktober cetak rokor tertinggi

Setelah single submission dan joint inspection diimplementasikan, pemerintah mengklaim pemilik kargo hanya perlu melakukan satu kali submit data terkait pemeriksaan barang melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW). Selanjutnya, petugas Bea Cukai dan Karantina akan memeriksa barang secara bersama-sama.

Namun kabarnya, pengusaha mengeluhkan lambannya pelayanan di pelabuhan setelah kebijakan SSm dan joint inspection diimplementasikan. Bahkan, terlihat banyak kapal berkumpul di area teluk Jakarta.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Samudera Indonesia, Emiten yang bergerak di bidang pelayaran, logistik, dan kepelabuhanan Bani M. Mulia mengungkapkan, dalam tahap percobaan di bulan Agustus-September, secara efisiensi waktu memang tercapai 40-50% lebih efisien. Namun menurutnya, pada saat penerapan di awal November, ternyata ada kendala dalam pertukaran data di sistem portal.

"Jadi sepertinya memang kesiapan infrastruktur IT dan penerapan nya perlu di kelola lebih baik lagi. Karena akhirnya efisiensi waktu yang diharapkan belum tercapai, mungkin perlu proses untuk penyempurnaan sistem IT nya," ujar Bani kepada kontan.co.id, Minggu (15/11).

Tetapi menurutnya hal tersebut bukan menjadi kendala yang memicu terjadinya penumpukan kapal di area teluk Jakarta. Karena kapal kontainer sudah berjadwal, jadwal sandarnya tidak terpengaruh dengan proses ini, proses bongkar muat dari kapal tetap berjalan.

Baca Juga: BKPM catat sejak awal 2020 sudah ada 26 perusahaan yang ajukan insentif tax allowance

"Yang terpengaruh adalah clearance kargo untuk keluar dari pelabuhan bukan turun dari kapal, jadi penumpukan di pelabuhan yang terpengaruh," katanya.

Ia menyebut, secara konsep pihaknya setuju & mendukung ide mengenai single submission (SSm). Karena idealnya SSM dapat menghasilkan efisiensi waktu & memangkas biaya logistik dalam clearance barang.

"Setau saya, penerapan SSM ini di tanjung priok baru di terminal-terminal petikemas, dimana sudah ada jadwal windows berthing, sehingga penumpukan kapal seharusnya tidak ada kaitan nya dengan penerapan SSM ini," imbuh Bani.

Selanjutnya: Hingga Oktober 2020, permohonan Nomor Induk Berusaha (NIB) tembus 1 juta

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli