Restitusi pajak melonjak hingga Rp 166,6 triliun hingga November



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hingga akhir November 2020 realisasi restitusi pajak mencapai Rp 166,6 triliun. Tingginya pengembalian pajak ini disebabkan oleh insentif perpajakan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020.

Direktur Potensi Penerimaan dan Kepatuhan Pajak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu Ihsan Priyawibawa menyampaikan nilai restitus tersebut tumbuh 19,24% year on year (yoy) atau sebesar Rp 134,55 triliun pada Januari-November 2019 lalu.

Lanjut, Ihsan menjabarkan secara rinci pertumbuhan restitusi pajak terbagi menjadi tiga jenis. Pertama, restitusi dipercepat tumbuh 34,29% yoy. Kedua, restitusi normal tumbuh 16,8% yoy. Ketiga, restitusi karena upaya hukum tumbuh 7,87% secara tahunan.


Baca Juga: Pajak Penghasilan untuk Ganti Rugi yang Didapat dari Proyek Tol

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan khusus di bulan November restitusi sebetulnya naik hingga 98,9% yoy. Sehingga, Menkeu bilang lonjakan restitusi menyebabkan penerimaan pajak secara neto mengalami tekanan.

Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 menunjukkan realisasi penerimaan pajak neto hingga November 2020 sebesar Rp 925,34 triliun, atau hanya mencapai 77,2% dari target akhir tahun sejumlah Rp 1.198,8 triliun.

“Adanya restitusi karena ingin menolong agar likuditas perusahaan lebih baik maka dilakukanlah policy restitusi yang dipercepat. Dan di sini terlihat pertumbuhan restitusi mengakami kenaikan yang cukup drastis semenjak Agustus hingga November ini,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers APBN 2020 Periode November 2020, Senin (21/12).

Adapun dalam program PEN 2020, pemerintah menganggarkan insentif perpajakan sebesar Rp 120,6 triliun. Hingga 25 November 2020 realisasinya sebesar Rp 46,6 triliun, sama dengan 38,4% dari pagu Rp 120,6 triliun.

Pada tenggat waktu akhir massa pajak untuk bulan Oktober itu, realisasi restitusi atau pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN) yang dipercepat sebesar Rp 4,32 triliun, setara 57% dari total alokasi insentif yakni Rp 7,55 triliun.

Baca Juga: Pemulihan ekonomi 2021 menjadi tumpuan penerimaan pajak

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, wajar bila restitusi pajak tumbuh pesat di tahun ini. Menurutnya, dengan adanya insentif percepatan restitus PPN, akan efektif bagi dunia usaha.

Kata Fajry, insentif berupa restitusi PPN akan menjaga likuiditas perusahaan. Sehingga, harapannya selama likuiditas perusahaan terjaga, perusahaan tidak akan bangkrut. Alhasil korporasi masih mempertahankan karyawannya untuk tetap bekerja.

“Kalau restitusi tinggi, artinya benar-benar butuh dana segar. Satu, bisa saja untuk menjaga likuiditas perusahaan untuk survive. Kedua, dapat digunakan untuk memulai kembali usaha yang sempat terpukul karena Covid-19,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Minggu (27/12).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto