KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan mencatat, realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak tercatat Rp 10,93 triliun per akhir Januari 2023. Restitusi pajak tersebut turun 51,68% secara tahunan atau
year on year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 22,61 triliun. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penurunan restitusi di periode tersebut merupakan hal yang wajar. Hal ini dikarenakan bisnis para wajib mulai membaik setelah masa pandemi Covid-19 sehingga tidak ada permasalahan
cash flow.
"Saya kira wajar (restitusi turun), mengingat perusahaan-perusahaan mulai kembali mencetak laba di tahun 2022 setelah masa pandemi 2020 dan 2021. Jadi, tidak ada permasalahan
cash flow," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (14/2).
Baca Juga: Realisasi Restitusi Pajak pada Januari 2023 Turun 51,68% Menjadi Rp 10,93 Triliun Selain itu, dirinya melihat penurunan restitusi pada Januari 2023 tersebut juga lantaran ada peningkatan restitusi di akhir tahun lalu, sehingga kemungkinan terkompensasi pada awal-awal tahun ini. Berdasarkan data Ditjen Pajak, realisasi restitusi pada periode laporan didominasi oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri sebesar Rp 8,3 triliun atau turun 54,19% secara tahunan. Selain PPN Dalam Negeri, restitusi pada periode laporan juga didominasi oleh restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 sebesar Rp 1,42 triliun. Realisasi ini juga tumbuh negatif atau turun 59,35% secara tahunan. Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menjelaskan, penurunan nilai restitusi PPN DN pada periode tersebut menandakan kondisi perekonomian Indonesia yang terus pulih. Sebagai konsekuensinya, transaksi penjualan terus membaik sehingga Pajak Keluaran meningkat dan menjadi lebih besar dari Pajak Masukan.
Baca Juga: Pemerintah akan Kurangi Insentif Perpajakan Seiring Pulihnya Kegiatan Usaha di 2023 Sementara dari sisi PPh Badan atau PPh Pasal 25/29, restistusinya juga berasal dari Surat Pemberitahuan (SPT) PPh untuk tahun 2021. Adapun pemeriksaan pajaknya berlangsung di 2022 dan hasilnya terbit di Januari 2023. Prianto bilang, penurunan nilai restitusi PPh Pasal 25/29 tersebut juga menunjukkan kondisi perekonomian Indonesia yang terus pulih. "Penjualan yang meningkat akan berimplikasi pada laba semakin membaik dan PPh-nya tidak lagi menjadi lebih bayar," kata Prianto kepada Kontan.co.id, Selasa (14/2). Seiring dengan kondisi perekonomian yang kian pulih, Prianto mengatakan bahwa untuk eksportir dan rekanan pemerintah/Badan Usaha Milik Negara (BUMN), restitusi PPN akan semakin meningkat dikarenakan Pajak Masukan dari transaksi dengan vendor juga akan meningkat, sedangkan PPN atas penjualannya tetap 0 (nol) atau sudah dipungut oleh pemerintah/BUMN selaku pemungut PPN.
Baca Juga: Ada Potensi Badai PHK, Bagaimana Dampaknya ke Penerimaan Pajak? Sementara, untuk restitusi PPh Pasal 25/29 akan semakin menurun dikarenakan laba netonya akan semakin membaik sehingga potensi PPh lebih bayar akan jauh berkurang. Sedangkan untuk pengusaha selain eksportir dan rekanan pemerintah/BUMN, menurut Prianto, pemulihan ekonomi akan berimbas pada penurunan restitusi PPN maupun PPh Pasal 25/29. "Alasannya dari segi PPN adalah bahwa karena PPN dari penjualan akan tetap lebih besar dari PPN dari transaksi dengan rekanan sehingga tidak ada PPN lebih bayar. Dari sisi PPh Pasal 25/29, alasannya sama," jelas Prianto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli