Restrukturisasi Kredit Diperpanjang, Begini Rekomendasi Saham Emiten Perbankan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan hingga 31 Maret 2024.

Head of Equity Research Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi menilai positif keputusan OJK karena perpanjangan ini akan mengurangi kemungkinan penurunan kualitas portofolio pinjaman yang direstrukturisasi yang tergolong berisiko tinggi sekitar 10%-15% pada tahun 2023. Selain itu memberikan waktu ekstra bagi debitur untuk berbenah.

Perlu dicatat, bank-bank Indonesia memiliki rasio cakupan NPL tertinggi dibanding bank-bank lain di Asia, Pihaknya juga yakin provisi yang ada memadai untuk menutupi penurunan kualitas aset di masa mendatang.


Namun peningkatan visibilitas kualitas aset, seiring dengan atmosfer positif di sektor bank setelah kuartal III 2022 dan dukungan pemerintah yang berkelanjutan untuk sektor perbankan akan mengurangi kekhawatiran pasar tentang kualitas kredit. Ia juga melihat hal tersebut berfungsi sebagai katalis pemeringkatan ulang jangka pendek.

Baca Juga: Analis MNC Sekuritas Rekomendasikan Beli Saham BBTN, Ini Alasannya

Terkait margin, Prasetya meyakini bahwa penurunan NIM tidak akan separah pada tahun 2018 dan 2019.

"Kami memperkirakan likuiditas yang melimpah yang dimiliki empat bank terbesar di Indonesia akan membantu menekan penurunan NIM menjadi hanya 10-20bps," tulisnya dalam riset, Selasa (29/11).

Pasca rilis kinerja kuartal III, sebagian besar bank di Indonesia mengindikasikan bahwa pertumbuhan kredit akan lebih rendah dari perkiraan tahun ini. Ini seiring dengan makin hati-hatinya bank dalam memberikan kredit. Hanya BBCA, bank dengan rasio LAR terendah, yakni 12% di antara bank-bank dalam coverage Samuel Sekuritas yang tetap optimis dapat membukukan pertumbuhan kredit yang lebih kuat.

Sejalan dengan kenaikan BI7DRRR, sejumlah bank telah menaikkan suku bunga Term Deposit (TD) mereka sebesar 50-75bps pada bulan September dan Oktober 2022. Prasetya menilai kemungkinan akan kembali dinaikkan sebesar 50bps pada akhir tahun 2022.

Meskipun memiliki CoF yang lebih besar, Samuel Sekuritas memperkirakan NIM BMRI dan BBRI akan naik karena keduanya memprioritaskan aset berimbal hasil tinggi. BBCA juga optimis setidaknya akan mempertahankan level NIM saat ini di 2023.

Sementara itu, meskipun pihaknya melihat bahwa NIM BBNI akan mengalami tekanan karena peningkatan CoF dan perbaikan kualitas aset, fokus utama BBNI akan tetap pada klien papan atas dan pemain besar industri (aset dengan imbal hasil lebih rendah).

"Terkait biaya kredit, semua bank mengatakan bahwa mereka puas dengan rasio coverage saat ini, dan meskipun ada risiko penurunan kualitas aset di masa mendatang karena lingkungan inflasi yang tinggi, CoC akan menurun di 2023, yang akan mendorong pertumbuhan pendapatan bank," paparnya.

Prasetya memperkirakan ada sedikit penurunan dalam pertumbuhan kredit menjadi 8%-10%% YoY di 2023, dibandingkan 9%-11% di tahun ini. Pada tahun 2023, pihaknya memproyeksikan permintaan kredit modal kerja dari segmen korporasi dan UMKM akan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit tahun depan.

Baca Juga: Profitabilitas Indocement (INTP) Diproyeksi Membaik di 2023, Ini Rekomendasi Sahamnya

Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi, khususnya kredit kendaraan bermotor dan KPR mungkin akan terhambat oleh tingginya inflasi dan suku bunga. Tahun depan, pertumbuhan UMKM akan terus melampaui segmen lainnya, karena pemerintah tetap memprioritaskan sektor tersebut sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

Dengan begitu, Samuel Sekuritas mempertahankan rating Overweight untuk sektor ini.

"Karena kami yakin bank-bank dalam coverage kami dapat menyerap potensi risiko NPL yang lebih tinggi ke depannya," katanya.

Hal ini, ditambah dengan penurunan NIM yang tidak signifikan akan membuka jalan bagi pertumbuhan laba bersih sebesar 14,3% di 2023. Pihaknya juga masih menjagokan bank besar ketimbang bank kecil, mengingat bank besar masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit dan bank besar akan menikmati CoF yang lebih rendah di tengah kondisi likuiditas yang semakin ketat.

Ia pun memilih BBRI dan BMRI sebagai top pick dengan target harga masing-masing Rp 6.200 dan Rp 12.600. Demikian halnya untuk BBNI dengan target harga Rp 11.700, meski BBNI memiliki strategi yang berbeda dengan BMRI dengan fokus pada peningkatan kualitas aset ketimbang pertumbuhan kredit.

"Terkait BBCA hold dengan target harga Rp 9.700, kami melihat BBCA masih memiliki prospek yang solid di 2023, namun valuasinya kemungkinan sudah mencapai titik puncak," imbuhnya.

 
BBCA Chart by TradingView

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi