KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menyambut baik kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 secara targeted yang diputuskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Maret 2024. Aestika Oryza Gunarto, Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan, kebijakan OJK tersebut sesuai dengan usulan BRI sebagai upaya untuk menjaga performa kualitas kredit industri perbankan serta mendukung
recovery pelaku usaha terdampak covid. Sementara untuk sektor dan segmen lain yang tidak masuk dalam perpanjangan itu, BRI sudah mempersiapkan strategi
soft landing untuk menghadapi berakhirnya restrukturisasi Covid 19 secara umum yang berakhir di Maret 2023.
Baca Juga: Bank BJB Sambut Baik Perpanjangan Restrukturisasi Covid-19 Secara Targeted Tekanan terhadap kredit-kredit tersebut dinilai sudah semakin mereda. "Selain itu, BRI telah mempersiapkan pencadangan yang memadai apabila terjadi pemburukan," kata Aestika pada Kontan.co.id, Senin (28/11). Dari pemetaan yang sudah dilakukan BRI terhadap nasabah yang ikut dalam restrukturisasi kredit terdampak Covid-19, hanya 10% yang benar-benar tidak dapat diselamatkan dari total kredit restrukturisasi itu. Aestika mengatakan, jumlah tersebut jauh dari pencadangan yang telah disiapkan BRI. Per September 2022, outstanding restrukturisasi Covid-19 BRI tercatat sebesar Rp 116,4 triliun atau 19,3% dari total kredit. Itu sudah turun dari angka tertinggi Rp 256 triliun pada September 2020. Sebelumnya, Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto mengatakan, mengatakan
Loan at Risk (LAR) restrukturisasi Covid-19 mencapai 7,7%. Secara total LAR BRI ada di level 19,28% dimana 11,6% berasal dari LAR non Covid-19. "Pencadangan terhadap LAR telah dipupuk jadi 44,9%, naik dari 33,35% pada September 2021. Pencadangan untuk restrukturisasi Covid-19 saja mencapai Rp 29,95 triliun," ungkap Agus, Rabu (16/11). Pencadangan untuk restrukturisasi Covid-19 tersebut mencapai 25,7%. Sementara kredit yang berpotensi tidak bisa diselamatkan kurang dari 10%. Oleh karena itu, Agus menilai pencadangan yang dilokasikan BRI sudah sangat cukup untuk mengantisipasi pemburukan aset. Sunarso, Direktur Utama BRI menjelaskan, penurunan outstanding restrukturisasi Covid-19 sebagian besar lantaran sudah kembali lancar setelah debitur bisa membayar kewajibannya sesuai ketentuan dan bahkan banyak yang lunas.
Baca Juga: Restrukturisasi Kredit UMKM, Perhotelan dan Tekstil Diperpanjangan hingga Maret 2024 Ia bilang, jumlah kredit yang tidak bisa diselamatkan dari jumlah LAR biasanya kurang dari 10%. Sehingga dengan pencadangan 25,7% menurutnya sudah sangat cukup mengantisipasi risiko ke depan. Adapun NPL BRI per September 2022 tercatat berada di level 3,14%. Itu turun dari 3,29% pada September tahun lalu. BRI telah mengalokasikan pencadangan terhadap NPL sebesar 275,88% , naik dari 259,7% pada September 2021.
Seperti diketahui, OJK telah memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi Covid-19 untuk berapa segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) hingga Maret 2024. Sementara restrukturisasi Covid-19 secara keseluruhan akan berakhir pada Maret 2023. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, perpanjangan restrukturisasi Covid-19 secara
targeted itu berlaku untuk segmen UMKM secara menyeluruh, lalu industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki, serta sektor usaha makanan-minuman dan daerah tertentu. "Daerah tertentu yang dimaksud dalam hal ini adalah provinsi Bali," kata Dian, Senin (28/11). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi