JAKARTA. Lepas dari karut marut restrukturisasi utang, grup Bahana, holding bidang investasi milik pemerintah bisa bernapas lebih lega. Sang induk, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) kini berniat fokus pada bisnis dan menyemplung lebih dalam dalam persaingan di pasar. "Setiap anak usaha didorong mendirikan lini usaha baru dan mendorong return untuk pemegang saham," kata Dwina Septiani Wijaya, Presiden Direktur BPUI, Rabu (17/7).BPUI menjagokan anak usahanya yang berpotensi menjadi lebih besar. Misalnya, Bahana Securities, yang hingga saat ini menggaet pendapatan underwriting sebesar Rp 3,7 triliun, atau Bahana TCW Investment Management yang telah menggemukkan aset menjadi Rp 22 triliun."Kami juga akan memperbesar Artha Ventura, bisnis yang mengalir ke sektor kredit usaha kecil menengah (UKM)," kata Dwina. Di tahun kedua beroperasi, Artha Ventura memiliki 27 gerai. Untuk mengejar target ini, BPUI berharap, pemerintah segera merealisasikan konversi utang sebesar Rp 250 miliar menjadi modal perusahaan. Keputusan ini telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pertengahan Juni lalu. Sisa utang BPUI pada pemerintah sekitar Rp 950 miliar, akan dicicil tanpa bunga hingga tahun 2026 nanti.Menyasar ritelBPUI yang lebih banyak mengandalkan permintaan investasi dari institusi, memperkuat lini bisnis ini. Bahana Securities misalnya, sedang mencoba sistem perdagangan efek yang menyambung keinginan institusi luar negeri yang ingin berinvestasi di pasar modal Tanah Air. Bertajuk Direct Market Access (DMA), Bahana merogoh dana investasi Rp 5 miliar dan bekerjasama dengan mitra Singapura menjajal sistem ini."Paling tinggi, klien pernah bertransaksi sampai Rp 1 triliun per hari," kata Eko Yuliantoro, Presiden Direktur Bahana Securities. Sedangkan rata-rata transaksi harian sistem ini sekitar Rp 200 miliar. Akhir tahun lalu, bisnis baru ini telah menyumbang 50% volume transaksi perdagangan efek. Bahana Securities juga tak ketinggalan ingin menggeber sektor ritel yang saat ini baru melayani 5.000 nasabah. Bahana berencana menerbitkan sistem perdagangan online atau electronic trading pada September mendatang. Eko menargetkan, porsi ritel bisa menyumbang 20% dari transaksi efek, sementara porsi institusi asing dan domestik masing-masing sebesar 40%. Saat ini, porsi institusi masih mayoritas, yaitu hingga 95% di perdagangan efek Bahana Securities.Semua rencana bisnis grup Bahana ini tercantum dalam program Quantum Leap. Di antaranya juga termasuk investasi properti hotel di Bali, Griya Canggu, serta peluncuran SINAR, layanan investasi reksadana dari Bahana TCW Investment Management. Menggeber target ini, grup Bahana juga membuka diri untuk kedatangan investor, termasuk asing. Seperti diketahui, saat ini pemerintah sedang mendorong Bank BNI mengakuisisi BPUI. "Kami belum tahu, nanti bentuknya seperti apa setelah akuisisi," kata Dwina.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Restrukturisasi selesai, Bahana fokus ke bisnis
JAKARTA. Lepas dari karut marut restrukturisasi utang, grup Bahana, holding bidang investasi milik pemerintah bisa bernapas lebih lega. Sang induk, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) kini berniat fokus pada bisnis dan menyemplung lebih dalam dalam persaingan di pasar. "Setiap anak usaha didorong mendirikan lini usaha baru dan mendorong return untuk pemegang saham," kata Dwina Septiani Wijaya, Presiden Direktur BPUI, Rabu (17/7).BPUI menjagokan anak usahanya yang berpotensi menjadi lebih besar. Misalnya, Bahana Securities, yang hingga saat ini menggaet pendapatan underwriting sebesar Rp 3,7 triliun, atau Bahana TCW Investment Management yang telah menggemukkan aset menjadi Rp 22 triliun."Kami juga akan memperbesar Artha Ventura, bisnis yang mengalir ke sektor kredit usaha kecil menengah (UKM)," kata Dwina. Di tahun kedua beroperasi, Artha Ventura memiliki 27 gerai. Untuk mengejar target ini, BPUI berharap, pemerintah segera merealisasikan konversi utang sebesar Rp 250 miliar menjadi modal perusahaan. Keputusan ini telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pertengahan Juni lalu. Sisa utang BPUI pada pemerintah sekitar Rp 950 miliar, akan dicicil tanpa bunga hingga tahun 2026 nanti.Menyasar ritelBPUI yang lebih banyak mengandalkan permintaan investasi dari institusi, memperkuat lini bisnis ini. Bahana Securities misalnya, sedang mencoba sistem perdagangan efek yang menyambung keinginan institusi luar negeri yang ingin berinvestasi di pasar modal Tanah Air. Bertajuk Direct Market Access (DMA), Bahana merogoh dana investasi Rp 5 miliar dan bekerjasama dengan mitra Singapura menjajal sistem ini."Paling tinggi, klien pernah bertransaksi sampai Rp 1 triliun per hari," kata Eko Yuliantoro, Presiden Direktur Bahana Securities. Sedangkan rata-rata transaksi harian sistem ini sekitar Rp 200 miliar. Akhir tahun lalu, bisnis baru ini telah menyumbang 50% volume transaksi perdagangan efek. Bahana Securities juga tak ketinggalan ingin menggeber sektor ritel yang saat ini baru melayani 5.000 nasabah. Bahana berencana menerbitkan sistem perdagangan online atau electronic trading pada September mendatang. Eko menargetkan, porsi ritel bisa menyumbang 20% dari transaksi efek, sementara porsi institusi asing dan domestik masing-masing sebesar 40%. Saat ini, porsi institusi masih mayoritas, yaitu hingga 95% di perdagangan efek Bahana Securities.Semua rencana bisnis grup Bahana ini tercantum dalam program Quantum Leap. Di antaranya juga termasuk investasi properti hotel di Bali, Griya Canggu, serta peluncuran SINAR, layanan investasi reksadana dari Bahana TCW Investment Management. Menggeber target ini, grup Bahana juga membuka diri untuk kedatangan investor, termasuk asing. Seperti diketahui, saat ini pemerintah sedang mendorong Bank BNI mengakuisisi BPUI. "Kami belum tahu, nanti bentuknya seperti apa setelah akuisisi," kata Dwina.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News