Restrukturisasi US$ 474 Miliar Utang Rumah Tangga Thailand



KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Pemerintah baru Thailand akan  merestrukturisasi utang rumahtangga. Pemerintah juga menawarkan bantuan keuangan dan stimulus fiskal ke usaha kecil guna mendorong pertumbuhan.

Menurut rancangan pernyataan kebijakan yang dilihat Bloomberg News, perombakan utang akan mengubah sistem dan secara khusus memberikan keringanan kepada nasabah kredit mobil dan rumah. Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra akan mengumumkan rencana kebijakan tersebut di parlemen pada 12 September.

Keringanan ini akan melibatkan sektor informal dan dilaksanakan melalui lembaga keuangan milik negara, bank komersial dan perusahaan manajemen aset. "Pemerintah khawatir tingkat utang rumahtangga yang mencapai lebih dari 16 triliun baht (sekitar  Rp 7,33 kuadriliun), setara dengan lebih dari 90% dari produk domestik bruto, dan meningkatnya pinjaman bermasalah," kata Paetongtarn. 


Baca Juga: 10 Negara dengan Industri Terkuat di Asia, Indonesia Salah Satunya

Utang tersebut mendorong kesenjangan antara orang kaya dan miskin. Ini juga karena efek pembangunan terkonsentrasi di Bangkok dan kota besar.

Pemerintah baru Thailand akan memberi pernyataan di depan parlemen terkait prioritas pemerintahan koalisi Paetongtarn, yang dipimpin Partai Pheu Thai dan didukung kelompok pro-pemerintahan dan royalis. Paetongtarn terpilih bulan lalu, setelah Srettha Thavisin diberhentikan dari jabatannya.

Perdana menteri termuda Thailand ini juga perlu meyakinkan investor asing. "Jika tidak ada langkah keuangan dan fiskal yang mendukung ekonomi, laju pertumbuhan ekonomi negara ini tidak akan lebih dari 3% per tahun dan akan mendorong utang publik mendekati batas yang diizinkan 70% dari PDB pada tahun 2027," kata Paetongtarn. 

Setelah rapat kabinet Sabtu (7/9), Paetongtarn bilang akan melanjutkan program dompet digital yang menjanjikan 10.000 baht untuk tiap penerima kepada 50 juta orang dewasa Thailand. Tahap awal pembagian dompet digital ini dipatok di September. 

Baca Juga: Menteri Keuangan AS Janet Yellen: Mungkin Saya Sudah Selesai

Editor: Avanty Nurdiana