JAKARTA. Pengamat Politik Universitas Paramadina Suratno menilai hasil debat calon wakil presiden, Minggu (29/6/2014) malam, tidak berbeda signifikan dengan debat sebelumnya. Cawapres Hatta Rajasa dinilai lebih baik dalam retorika, sementara Jusuf Kalla lebih realistis dan implementatif."Hampir sama dengan debat Prabowo (yang kuat di retorik) dan Jokowi (kuat di implementasi) sebelumnya," ujar Suratno kepada Kompas.com, Senin (1/7/2014).Ia mencontohkan, pembahasan pendidikan budi pekerti yang disampaikan JK. Kurikulum yang baru diluncurkan tahun kemarin itu secara konseptual mengacu pada negara maju. Kurikulum ini mengedepankan tiga aspek yakni skill, psikomotorik dan afektif."Saya kira jika Jokowi-JK terpilih, kurikulum 2013 ini harus mereka dilanjutkan dan diperbaiki terutama dari segi implementasinya," ujarnya.Selain itu, konsep Revolusi Mental yang ditekankan JK pada perubahan mindset guru lebih bisa diterapkan karena guru merupakan ujung tombak yang langsung berhubungan dengan anak-anak. Begitu juga dengan misi terkait lembaga pendidikan tinggi juga ia nilai lebih realistis.Sementara Hatta Rajasa yang mengedepankan pendidikan gratis 12 tahun dan anggaran Rp 10 triliun untuk riset dan teknologi, bagi Suratno, cukup bagus dalam tataran konsep. Namun, kata dia, Hatta belum menjabarkan sumber dana tambahan untuk mencapai jumlah itu."Itu bagus, tapi kita mengalami defisit setiap tahun. Dari mana dana itu mau ditambah belum dijelaskan Hatta," jelasnya.Mengenai korespondensi antara cawapres dalam tanya jawab, Suratno menilai kedua kandidat terjebak pada pertanyaan apa yang sudah dilakukan rivalnya terkait tema yang diangkat."Jadi kurang fokus dengan apa yang akan dilakukan," katanya.Implementasi tak sesuaiDalam menjawab pertanyaan, retorika Hatta dinilai Suratno lebih meyakinkan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih sulit mengimplementasikan apa yang dijabarkan mantan Menteri Perekonomian itu. "Masih banyak kesenjangan," katanya.Ia mencontohkan Undang-Undang tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK, yang dalam praktiknya masih belum berjalan di lapangan. Misalnya, keluhan beberapa peneliti LIPI terkait royalti penelitian yang kerap ditahan Kementerian Keuangan.Selain itu, insentif penelitian bebas pajak juga belum bisa diterapkan, padahal sudah diatur undang-undang."Undang-undangnya memang dirancang pada zaman Hatta menjadi menteri, namun implementasi jauh panggang dari api antara perumus kebijakan dan penghasil teknologi," jelasnya.Selain itu, berbagai kebijakan yang dibanggakan Hatta, kata Suratno, mengalami problem di level implementasi. Dalam pemaparan soal MP3EI, misalnya, terjadi banyak masalah karena tidak sesuai dengan kebijakan dari daerah."Kebijakan ristek internasional tidak berpihak pada daerah. Lebih banyak mengedepankan ekonomi pasar dari pada kebutuhan riset. Jika pak Hatta mengatakan LIPI lebih banyak ke riset dasar, tidak ada itu. Penelitian dasar banyak ditolak Bapenas dan Menkeu. Lebih banyak riset terapan sesuai pesanan pasar," terangnya.Namun, Suratno menambahkan, Hatta cukup jeli dalam memberikan pertanyaan terkait Ujian Nasional."Terkait hal ini dan revolusi mental JK memberikan jawaban yang kurang meyakinkan. Diakhir JK terlihat kurang fit," pungkasnya. (Meidella Syahni)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Retorika Hatta dinilai lebih baik, JK realistis
JAKARTA. Pengamat Politik Universitas Paramadina Suratno menilai hasil debat calon wakil presiden, Minggu (29/6/2014) malam, tidak berbeda signifikan dengan debat sebelumnya. Cawapres Hatta Rajasa dinilai lebih baik dalam retorika, sementara Jusuf Kalla lebih realistis dan implementatif."Hampir sama dengan debat Prabowo (yang kuat di retorik) dan Jokowi (kuat di implementasi) sebelumnya," ujar Suratno kepada Kompas.com, Senin (1/7/2014).Ia mencontohkan, pembahasan pendidikan budi pekerti yang disampaikan JK. Kurikulum yang baru diluncurkan tahun kemarin itu secara konseptual mengacu pada negara maju. Kurikulum ini mengedepankan tiga aspek yakni skill, psikomotorik dan afektif."Saya kira jika Jokowi-JK terpilih, kurikulum 2013 ini harus mereka dilanjutkan dan diperbaiki terutama dari segi implementasinya," ujarnya.Selain itu, konsep Revolusi Mental yang ditekankan JK pada perubahan mindset guru lebih bisa diterapkan karena guru merupakan ujung tombak yang langsung berhubungan dengan anak-anak. Begitu juga dengan misi terkait lembaga pendidikan tinggi juga ia nilai lebih realistis.Sementara Hatta Rajasa yang mengedepankan pendidikan gratis 12 tahun dan anggaran Rp 10 triliun untuk riset dan teknologi, bagi Suratno, cukup bagus dalam tataran konsep. Namun, kata dia, Hatta belum menjabarkan sumber dana tambahan untuk mencapai jumlah itu."Itu bagus, tapi kita mengalami defisit setiap tahun. Dari mana dana itu mau ditambah belum dijelaskan Hatta," jelasnya.Mengenai korespondensi antara cawapres dalam tanya jawab, Suratno menilai kedua kandidat terjebak pada pertanyaan apa yang sudah dilakukan rivalnya terkait tema yang diangkat."Jadi kurang fokus dengan apa yang akan dilakukan," katanya.Implementasi tak sesuaiDalam menjawab pertanyaan, retorika Hatta dinilai Suratno lebih meyakinkan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih sulit mengimplementasikan apa yang dijabarkan mantan Menteri Perekonomian itu. "Masih banyak kesenjangan," katanya.Ia mencontohkan Undang-Undang tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK, yang dalam praktiknya masih belum berjalan di lapangan. Misalnya, keluhan beberapa peneliti LIPI terkait royalti penelitian yang kerap ditahan Kementerian Keuangan.Selain itu, insentif penelitian bebas pajak juga belum bisa diterapkan, padahal sudah diatur undang-undang."Undang-undangnya memang dirancang pada zaman Hatta menjadi menteri, namun implementasi jauh panggang dari api antara perumus kebijakan dan penghasil teknologi," jelasnya.Selain itu, berbagai kebijakan yang dibanggakan Hatta, kata Suratno, mengalami problem di level implementasi. Dalam pemaparan soal MP3EI, misalnya, terjadi banyak masalah karena tidak sesuai dengan kebijakan dari daerah."Kebijakan ristek internasional tidak berpihak pada daerah. Lebih banyak mengedepankan ekonomi pasar dari pada kebutuhan riset. Jika pak Hatta mengatakan LIPI lebih banyak ke riset dasar, tidak ada itu. Penelitian dasar banyak ditolak Bapenas dan Menkeu. Lebih banyak riset terapan sesuai pesanan pasar," terangnya.Namun, Suratno menambahkan, Hatta cukup jeli dalam memberikan pertanyaan terkait Ujian Nasional."Terkait hal ini dan revolusi mental JK memberikan jawaban yang kurang meyakinkan. Diakhir JK terlihat kurang fit," pungkasnya. (Meidella Syahni)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News