Return Reksadana Pendapatan Tetap Milik Star AM Mencapai 10,25% Sejak Awal Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana pendapatan tetap diperkirakan masih akan bergerak volatile karena inflasi dan tren kenaikan suku bunga. Berdasarkan data dari Infovesta Utama pada 1 Oktober 2022, kinerja reksadana pendapatan tetap yang tercermin dari Infovesta 90 Fixed Income Fund Index catatkan penurunan 0,14% sejak awal tahun atau year to date (YTD) dan turun 0,64% secara bulanan (MoM). 

Henry Buntoro, CFA, Head of Fixed Income STAR Asset Management mengatakan, reksadana pendapatan tetap STAR Fixed Income II telah membukukan kinerja positif yaitu dengan tetap tumbuh 10,25% sejak awal tahun. 

"Kinerja ini dihasilkan dari pemilihan instrumen instrumen obligasi korporasi yang menawarkan return optimal dengan risiko yang terjaga," kata Henry kepada Kontan.co.id, Jumat (7/10). 


Baca Juga: Ini Alasan Mirae Asset Sekuritas Beri Rekomendasi Netral untuk Sektor Ritel

STAR AM memfokuskan pada pemilihan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan dengan model bisnis yang baik dan memiliki kemampuan finansial untuk melaksanakan pembayaran kupon dan pokok obligasi yang diterbitkannya. STAR AM juga melakukan analisa makroekonomi untuk mengantisipasi risiko global dan domestik yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. 

Henry mengatakan melalui kombinasi pemilihan obligasi korporasi dan analisa makro ekonomi ini, STAR AM dapat menghasilkan return optimal dengan tetap memonitor risiko-risiko investasi. 

Untuk reksadana pendapatan tetap, STAR AM menempatkan dana investasi nya pada instrumen obligasi antara 80%-100%. Sedangkan sisanya ditempatkan pada instrumen deposito dengan maksimal penempatan sebesar 20%. 

"Adapun instrumen obligasi yang diinvestasikan adalah obligasi dengan peringkat investment grade atau memiliki minimal rating BBB," tutur dia. 

Baca Juga: Ini Jurus Pengelola Reksadana Saham dengan Kinerja Terbaik

Henry mengatakan STAR AM akan tetap memfokuskan alokasi investasi pada instrumen obligasi korporasi. Karena ketidakpastian kondisi global dan kenaikan suku bunga, kami mengutamakan alokasi pada tenor 2-5 tahun. 

"Apabila tren kenaikan suku bunga sudah berhenti, kami dapat melakukan perubahan alokasi ke instrumen SBN," imbuh dia. 

Menurut Henry, sentimen yang mendukung reksadana pendapatan tetap adalah harga komoditas ekspor Indonesia yang tinggi membantu kondisi ekonomi Indonesia pulih lebih cepat setelah pandemi. Sementara sentimen negatif berasal dari tren pengetatan likuiditas Federal Reserve dan kekhawatiran akan resesi global yang akan terjadi tahun depan.

Henry menyarankan bagi para investor, sebaiknya tetap melakukan investasi yang disesuaikan dengan profil investor masing-masing. Para investor reksadana sebaiknya menggunakan investasi reksadana sebagai investasi jangka panjang dan menerapkan strategi investasi secara rutin (dollar cost averaging).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati