Revaluasi aset bisa obati shortfall pajak



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengaku, banyak pihak yang berminat melakukan revaluasi aset. Kondisi itu, diyakini dapat membantu penerimaan negara di tengah ancaman kurangnya penerimaan pajak dibanding target (shortfall).

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Mekar Satria Utama mengatakan, rata-rata kantor pelayanan pajak (KPP) mendapatkan permintaan hingga tujuh perusahaan.

Bahkan, sudah ada pihak yang melakukan revaluasi dan permohonan pengurangan pajaknya sudah disetujui. "Bahkan, sudah dibayarkan oleh mereka," kata Mekar, Rabu (18/11) di Jakarta.


Ada dua wajib pajak yang telah membayarkan pajak atas revaluasinya, masing-masing berasal dari Makasar, Sulawesi Selatan dengan nilai pajak sebesar Rp 16 miliar dan dari Bali dengan nilai Rp 177 juta.

Hanya saja tidak disebutkan identitas wajib pajak tersebut, begitupun golongannya, apakah wajib pajak pribadi atau badan. Namun demikian, Mekar mengakui lebih banyak perusahaan besar yang menginginkan fasilitas keringanan pajak revaluasi.

Kebijakan ini, menurut Mekar, lebih menguntungkan perusahaan di sektor perbankan, karena bisa memperkuat permodalan. Sejauh ini, perbankan yang menyatakan minat secara lisan baru PT Bank Rakyat Indonesia Tbk dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).

Lebih jauh, pemerintah yakin dengan tambahan pajak atas revaluasi shortfall pajak hingga akhir tahun bisa ditahan sebesar Rp 160 triliun, atau pencapaiannya 88% Saat ini memang ada kemungkinan shortfall lebih dari 160 triliun, atau tingkat pencapaiannya hanya 85% atau realisasinya hanya Rp 1.100 triliun.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih menilai revaluasi aset membutuhkan waktu. Jadi tidak bisa cepat dilakukan, oleh karenanya untuk tahun ini dampaknya tidak akan terlalu signifikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia