Revisi APBN, PPN turun penerimaan bukan pajak naik



JAKARTA. Pemerintah terus menggodok rancangan revisi APBN yang akan dituangkan dalam RAPBNP 2012. Tak hanya mengubah beberapa poin dalam asumsi makro, tapi pemerintah juga akan merevisi postur secara keseluruhan, termasuk menurunkan pos penerimaan pajak. Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo pemerintah tengah mempersiapkan rancangan APBNP yang akan segera diajukan ke DPR. Pemerintah pun tidak hanya akan merevisi asumsi makro seperti pertumbuhan ekonomi, harga ICP, dan target lifting minyak saja. Agus bilang, pemerintah juga akan merevisi pos penerimaan dan pengeluaran. "Pos penerimaan yang kita lihat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bisa dikoreksi naik, sedangkan pajak mungkin akan ada sedikit koreksi turun," ungkap Agus Jumat (17/2). Di sisi pengeluaran, Agus bilang pemerintah juga akan melakukan revisi. Hanya saja, ia masih enggan membeberkan pos belanja yang akan dikoreksi. Yang jelas, "Dari sisi belanja, kita harus mengelola subsidi dengan lebih baik," katanya. Direktur Jenderal Pajak Fuad Rachmany menambahkan, jika pemerintah merevisi berbagai asumsi makro termasuk asumsi pertumbuhan ekonomi karena imbas perlambatan ekonomi global, otomatis pertumbuhan penerimaan pajak juga akan melambat. "Memang yang langsung terkena dampak ekonomi yang melambat paling banyak PPN, dan PPh badan," katanya. Tapi, untuk PPh badan, Fuad masih optimistis penerimaannya masih bisa meningkat. Alasannya, tahun ini pemerintah melakukan penyisiran wajib pajak badan melalui Sensus Pajak Nasional yang digelar hingga akhir 2012. "Harusnya (penerimaan PPh) naik karena masih banyak wajib pajak badan yang belum bayar pajak. Saya akan mengejar orang yang belum bayar pajak," ungkapnya. Di sisi lain, Fuad bilang Ditjen Pajak juga akan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk mengompensasi penurunan penerimaan pajak karena perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ia berharap, upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak akan bisa menaikkan pertumbuhan penerimaan pajak. Salah satu upaya ekstensifikasi yang dilakukan adalah, Ditjen Pajak berencana untuk menerapkan pajak untuk UKM. Hanya saja, Fuad menekankan, penerapan pajak UKM ini merupakan insentif bagi pelaku UKM yang selama ini patuh membayar pajak, karena dari sisi tarif dan mekanisme pembayaran serta pelaporannya menjadi lebih ringan dan mudah. Catatan saja, pemerintah berencana mengenakan 1% PPN plus 1% PPh kepada pelaku UKM dengan omzet antara Rp 300 juta-Rp 4,8 miliar per tahun. Sementara untuk pelaku usaha mikro hanya dikenakan 0,5% PPh final, dengan asumsi omzet per tahunnya tidak lebih dari Rp 300 juta. "Kami mau berikan fasilitas perpajakan, kemudahan, termasuk dalam mengisi SPT (surat pemberitahuan pajak), cara membayarnya, dan cara menghitungnya. Itu akan dipermudah," jelas Fuad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.