JAKARTA. Pemerintah mengeluarkan aturan baru mengenai pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) bagi pekerja yang berhenti bekerja atau terkena PHK yang merupakan revisi dari aturan sebelumnya yang akan mulai berlaku pada 1 September 2015. Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengumumkan revisi aturan tersebut bersama dengan Dirut BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Massasya di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (20/8). Revisi aturan itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. "Perubahan peraturan ini dilakukan untuk mengakomodir kondisi ketenagakerjaan nasional dan aspirasi yang berkembang di masyarakat, khususnya yang terkait dengan pengaturan manfaat Jaminan Hari Tua bagi pekerja/buruh," kata Hanif.
Dalam aturan-aturan baru tersebut, mulai 1 September 2015, Jaminan Hari Tua (JHT) para pekerja yang berhenti bekerja atau terkena PHK bisa dicairkan sesuai besaran saldo. JHT tersebut juga bisa dicairkan bagi pekerja yang meninggal dunia dan pekerja yang sudah mencapai usia 56 tahun serta Pekerja yang mengalami cacat tetap. Revisi tersebut dilakukan untuk menampung aspirasi pekerja yang menginginkan agar jika mereka mengalami PHK dapat mencairkan JHT yang tidak bisa dilakukan dalam aturan sebelumnya. Sedangkan dalam revisi tersebut, para pekerja yang terkena PHK atau berhenti bisa mencairkan JHT satu bulan setelah mereka terkena PHK atau berhenti bekerja. "Itu substansi paling mendasar dari PP 60/2015 yang merupakan PP revisi PP 46/2015," kata Hanif. Selain itu, PP 60 Tahun 2015 juga menjelaskan soal pengaturan pencairan manfaat JHT bagi pekerja/buruh yang mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap dan meninggal dunia termasuk yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau berhenti bekerja. "Adapun bagaimana tata cara dan pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua diatur lebih lanjut secara detail dengan Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua," kata Hanif. Peraturan baru mengenai tata cara pencairan JHT itu menyebutkan persyaratan bagi peserta yang akan mengambil manfaat JHT adalah apabila Peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. "Pemberian manfaat JHT bagi Peserta yang mengundurkan diri dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan," kata Hanif. Para pekerja yang ingin mengambil manfaat kerena mengundurkan diri harus dengan melampirkan persyaratan asli kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan tempat peserta bekerja dan fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga yang masih berlaku. Untuk pekerja yang di-PHK, persyaratan yang dibutuhkan adalah kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, bukti persetujuan bersama yang telah didaftarkan di pengadilan hubungan industrial atau penetapan pengadilan hubungan industrial dan fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga yang masih berlaku. Sedangkan bagi pekerja yang akan mengambil manfaat JHT dengan alasan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dibayarkan secara tunai dan sekaligus dengan melampirkan persyaratan surat pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia, fotokopi paspor dan fotokopi visa bagi tenaga kerja Warga Negara Indonesia.
Pencairan manfaat JHT juga dapat diberikan kepada peserta apabila mencapai usia 56 tahun, mengalami cacat tetap selama-lamanya dan meninggal dunia. Selain itu, pencairan manfaat JHT dapat juga diambil selama peserta aktif dengan catatan masa kepesertaan minimal 10 tahun dan manfaat JHT dapat diberikan paling banyak 30 persen dari jumlah JHT yang peruntukkannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10 persen untuk keperluan lain. "Jadi pencairan manfaat JHT dapat juga diambil selama Pekerja aktif bekerja. Dengan catatan masa kepesertaan minimal 10 tahun dan manfaat dapat diberikan paling banyak 30 persen dari jumlah JHT yang diperuntukkan guna kepemilikan rumah. Atau paling banyak 10 persen untuk keperluan lain," kata Hanif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto