Revisi aturan, menteri keuangan kejar piutang pajak sebesar Rp 72,3 triliun



JAKARTA. Menteri Keuangan Agus Martowardojo berniat melanjutkan penagihan piutang pajak yang belum tertagih senilai Rp 72,3 triliun. Salah caranya dengan menerbitkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara. Aturan revisi bernomor Nomor 189/PMK.03/2011 ini akan meminta pendapat Kejaksaan Agung sebelum menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan. Dalam beleid sebelum, Kementerian Keuangan dapat meminta Kejaksaan Agung secara langsung menghentikan penyidikan kasus perpajakan setelah menerima permohonan dari wajib pajak (WP). Tapi, dengan adanya beleid baru yang berlaku sejak 23 November lalu maka penghentian penyidikan baru bisa dilakukan jika Kejaksaan Agung menganggap hal ini perlu dihentikan.Dalam PMK yang baru ini, menteri keuangan harus mengajukan surat permohonan pendapat kepada jaksa agung untuk menghentikan penyelidikan atas dasar pengajuan permohonan dari wajib pajak. Ini dilakukan setelah mempertimbangkan kepentingan penerimaan negara dan kesediaan wajib pajak untuk melunasi pajak beserta denda yang ditentukan sebesar empat kali dari pajak terutang dengan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account.Jika jaksa agung setuju, maka Kementerian Keuangan akan meminta Direktorat Jenderal Pajak mencairkan jaminan pelunasan menggunakan surat setoran pajak. Dengan catatan, jaksa agung baru bisa menyetop penyidikan dalam jangka waktu paling lambat enam bulan sejak tanggal surat permohonan dari menteri keuangan. Sebaliknya, bila jaksa agung tidak setuju, menteri keuangan harus segera memberitahukan wajib pajak. Catatan saja, hingga Juni lalu, Direktorat Jenderal Pajak mencatat total piutang pajak sekitar Rp 72,3 triliun , naik ketimbang posisi Desember 2010 yang sebesar Rp 54 triliun. Sementara itu, nilai piutang pajakyang kedaluwarsa hingga Juni mencapai Rp 4,5 triliun, naik Rp 2,6 triliun. Piutang pajak dikategorikan kadaluwarsa jika selama lima tahun tidak dapat ditagih.Seperti ditulis KONTAN sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Fuad Rahmany mengungkapkan, wajib pajak yang menunggak piutang pajak tersebut terdiri dari wajib pajak besar maupun kecil.Menurutnya, jumlah yang menunggak mencapai 1,8 juta wajib pajak dengan potensi penerimaan negara yang hilang sekitar Rp 70-an triliun.Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pernah menyoroti kebijakan Kementerian Keuangan dalam menetapkan kadaluarsa piutang pajak. Menurut hitungan KPK, potensi kerugian negara akibat kadaluwarsa piutang pajak pada tahun ini mencapai Rp 9,4 triliun, atau lebih besar ketimbang piutang tak tertagih tahun 2010 yang sebesar Rp 2,6 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can