Revisi DNI, BKPM klaim diminta tak ubah e-commerce



JAKARTA. Urgensi antisipasi perkembangan sektor ekonomi digital atau online kembali mengemuka pasca KTT APEC di Manila, Filipina.

Survey yang dilansir Price Waterhouse Coopers menyebutkan kalangan pelaku usaha di Asia Pasifik meyakini perkembangan ekonomi digital akan pesat dimasa mendatang.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat ini tengah mengkoordinasikan pembahasan panduan investasi, menerima usulan panduan investasi di sektor tersebut.


Kepala BKPM, Franky Sibarani menjelaskan, terdapat beberapa pelaku usaha yang menginginkan agar bidang usaha di sektor tersebut diberikan akses lebih besar untuk dimasuki investor asing.

BKPM juga menerima masukan yang menginginkan agar bidang usaha di sektor komunikasi dani informatika lebih tertutup dan melindungi kepentingan pengusaha dalam negeri.

“Ada masukan yang menginginkan beberapa bidang usaha di sektor komunikasi dan informatika untuk dibuka. Ada juga yang menginginkan sektor perdagangan eceran melalui internet (e-commerce) agar tetap dialokasikan untuk PMDN dan tidak perlu diubah,” ujar Franky dalam keterangan resmi, Jumat (20/11).

Bidang usaha di sektor komunikasi dan informatika di Perpres 39 Tahun 2014 memang didominasi oleh bidang usaha yang diperuntukkan untuk PMDN, dibatasi kepemilikan saham asingnya 49% serta kepemilikan saham asingnya 65%.

“Jadi terdapat delapan usulan agar sektor ekonomi digital ini lebih terbuka untuk kepemilikan asing. Usulan tersebut secara garis besar, yang sebelumnya hanya untuk PMDN minta agar diperbolehkan untuk asing, kemudian yang sebelumnya dibatasi 49% dan 65%, dapat ditambah porsi kepemilikan asingnya,” paparnya.

Franky menegaskan panduan investasi sektor ekonomi digital akan banyak mengacu kepada road map pengembangan ekonomi digital yang disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Sebelumnya, dalam paparannya kepada pelaku usaha sektor ekonomi digital, Menkominfo Rudiantara menyampaikan visi Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara dengan total valuasi US$ 130 miliar atau sekitar Rp 1.756 triliun.

Salah satu langkah yang akan dilakukan pemerintah adalah menumbuhkan 1.000 teknopreneur pada 2020 dengan total valuasi US$ 10 miliar atau detara Rp 138 triliun.

Saat ini, fasilitas layanan berbasis online mulai mewarnai aktifitas sehari-hari masyarakat dengan maraknya berbagai situs seperti Gojek, Grab Bike, Tokopedia, Lazada, Zalora dan lain sebagainya.

PwC dalam surveynya menyebutkan pada visi 2020, disimpulkan bahwa Asia-Pasifik akan semakin modern dan terkoneksi dengan sektor digital.

PwC mencatat terkait proyeksi perkembangan ekonomi digital adalah perlunya broadband sebegai pendukung utama pertumbuhan bisnis sektor tersebut.

Merujuk kepada survei PwC tersebut, 28% CEO menilai broadband mendorong pertumbuhan bisnis, diikuti perjanjian fasilitasi perdagangan sebesar 26%, perjanjian perdagangan bebas 18%, koridor tranportasi 15%, dan koridor maritim 13%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto