Revisi gross split, bagian investor ditambah



KONTAN.CO.ID - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan akhirnya meneken revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Belaid yang tertuang dalam Permen ESDM Nomor 52 Tahun 2017 tersebut ditetapkan 29 Agustus 2017.

Kementerian ESDM mengklaim, skema gross split ini untuk menjaga iklim investasi hulu migas di Tanah Air. Apalagi, pemerintah lewat aturan ini memberikan insentif pada masa eksplorasi.

"Perubahan ini setelah mempertimbangkan berbagai masukan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang tetap mengusung fairness," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, Minggu (3/9).


Salah satu poin yang menjadi sorotan pasal 7 ayat 5. Pemerintah memberikan stimulus investor melalui pemberian insentif saat pengembangan lapangan migas Plan of Development (POD) II. 

Menteri ESDM Ignasius Jonan meyakinkan, gross split sebagai jawaban atas upaya Pemerintah merespon kondisi lesunya investasi. Tercatat, cadangan migas mulai 2013 hingga 2016 terus mengalami penurunan. Minyak bumi misalnya, tahun 2013 cadangan terbukti 3.692,5 Million Stock Tank Barrels (MMSTB). Turun hingga 48.8 MMSTB. Sementara, 2014 kembali merosot di 3.624.3 MMSTB. Adapun cadangan minyak terus anjlok hingga 3.602,5 MMSTB.

Opsi memilih

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute mengatakan dibanding skema cost recovery, revisi gross split masih kurang menarik. "Jika dibanding cost recovery, sisi cash flow tetap tak kompetitif. ," kata Komaidi ke KONTAN, Minggu (3/9).

Menurut Komaidi, kontraktor kontrak kerja sama sampai saat ini masih mempertimbangkan cash flow. Kata dia, skema paling tepat digunakan tetap cost recovery karena resiko relatif sedikit.

Pengorbanan pemerintah untuk mengurangi bagiannya dalam bagi hasil pun dianggap tak berhasil menarik investor ke hulu migas Indonesia. "Pemerintah berkorban, bagiannya sudah berkurang banyak, tapi belum membuat kontraktor menarik," imbuh Komaidi.

Komaidi menyarankan agar pemerintah tak memaksakan investor menggunakan gross split. Sebaiknya membuat investor memilih skema yang tepat untuk mengelola blok-blok migas di Indonesia.

Pengamat Migas dari Universitas UGM Fahmy Radhi mengatakan revisi gross split yang hanya menaikkan presentase kontraktor tak mampu menarik kontraktor mengikuti lelang wilayah kerja (WK) Migas tahun ini. "Mestinya, pemerintah memberikan opsi untuk memilih PSC atau gross split selama lima tahun. Setelah 5 tahun, baru mewajibkan gross split," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini