Revisi GWM diharapkan dorong bank konsolidasi



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) merevisi peraturan BI No.15/15/PBI/2013 tentang giro wajib minimum (GWM) bank umum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum konvensional. Dalam aturan tersebut, BI memberi insentif bagi bank yang melakukan merger atau konsolidasi.

Aturan ini menyebutkan, bank-bank berkewajiban untuk menyiapkan GWM primer sebesar 8% dari dana pihak ketiga rupiah dan GWM sekunder sebesar 4% dari DPK rupiah. Selain itu, industri perbankan harus memiliki GWM LDR pada kisaran 78%-92% dan GWM dalam valuta asing sebesar 8% dari DPK valas. 

Namun bank sentral memutuskan untuk memberikan kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM primer dalam rupiah kepada bank-bank yang melakukan merger atau konsolidasi. Kelonggaran itu berupa ditetapkannya insentif sebesar 1% selama 1 tahun terhitung sejak merger atau konsolidasi berlaku efektif. 


Pemberian kelonggaran itu dilakukan atas permintaan bank kepada BI yang disertai persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai pemberian insentif merger atau konsolidasi berupa kelonggaran atas pemenuhan GWM primer dalam rupiah. 

Aturan ini berlaku efektif pada 31 Desember 2013. Selain itu, otoritas moneter juga memberikan kelonggaran ketentuan GWM LDR kepada bank yang terkena pembatasan kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit dan penghimpunan dana. Pemberian kelonggaran ini dilakukan atas dasar permintaan OJK.

Deputi Komisioner OJK Bidang Perbankan Mulya E. Siregar menyebutkan, jumlah bank di Indonesia saat ini terbilang banyak yaitu sekitar 120 bank. Namun, mayoritas bank masuk dalam kategori bank kecil.

Nah, dengan adanya insentif ini diharapkan bank-bank akan terdorong untuk merger atau konsolidasi. Sehingga, terjadi perampingan terhadap struktur industri perbankan di tanah air. 

"Harapannya dengan adanya insentif tentu bank-bank akan ter-encourage untuk merger. Kami berharap supaya perbankan bisa melakukan konsolidasi," kata Mulya. Ini juga berkaitan dengan pengawasan," kata Mulya di Jakarta, Senin (6/1).

Lebih lanjut Mulya mengatakan bahwa aturan ini juga berkaitan dengan pengawasan. Mulya bilang, bank-bank dapat meminta konsolidasi atau merger dalam rancangan bisnis bank (RBB) tahun 2014 yang saat ini masih dalam proses.

"RBB semua masih dalam proses. Masih ada waktu untuk mereka. Saya tidak bisa bilang soal individu bank yang akan melakukan konsolidasi. Untuk jumlah banknya pun saya tidak tahu karena yang mengetahui hal itu adalah pengawasan OJK," jelasnya.

Mulya menambahkan, dengan aksi konsolidasi atau merger ini akan semakin menguatkan permodalan bank. Dengan begitu, bank-bank memiliki daya tahan ditengah peningkatan risiko terutama dari eksternal. Selain itu Mulya menegaskan bahwa saat ini rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan masih cukup kuat, yaitu pada level 17%-18%.

Catatan saja, sejumlah bank saat ini telah menyatakan niat untuk melakukan merger pada anak usahanya. PT Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) misalnya akan meleburkan unit usaha syariah yang dimilikinya dengan Bank Sahabat. Bank tersebut akan menjadi bank syariah.

Selain BTPN, PT Bank Woori Indonesia (Bank Woori) juga berniat segera melakukan penggabungan (merger) dengan Bank Saudara. Bank Woori juga telah mengantongi izin akuisisi terhadap Bank Saudara 1906 sebesar 33%.

Selama ini Bank Woori Indonesia terkenal kuat di bisnis corporate banking. Sementara, Bank Saudara lebih banyak bermain di ritel dengan porsi hingga 85%. Melalui akuisisi yang akan dilakukan, Bank Woori ingin bermain lebih dalam di sektor konsumer. 

Bank Saudara memenuhi beberapa kriteria, seperti basis pelanggan kuat dan jaringan cabang luas. Sedangkan bagi Bank Saudara, Bank Woori memiliki permodalan kuat, serta infrastruktur dan manajemen risiko mutakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan