JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal merevisi formula Harga Acuan Batubara (HBA). Revisi formula tersebut ditargetkan rampung pada September bulan depan. Revisi ini bertujuan agar harga batubara di dalam negeri mencerminkan nilai sebenarnya (riil). Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Adhi Wibowo mengatakan, Indonesia merupakan penghasil batubara kalori rendah terbesar di dunia. Namun harga rata-rata jualnya mengacu pada index pasar internasional. Oleh sebab itu, formula HBA direvisi guna mencerminkan kondisi sebenarnya. "Kami menargetkan awal September nanti selesai," jelasnya, di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Selasa (25/8). Dia bilang, HBA merupakan rata-rata harga jual yang berlaku di empat index yakni Indonesia Coal Index, Index Platts 59, New Castle Export Index dan New Castle Global Coal Index. Pihaknya sudah melakukan kajian dan telah menerima masukan dari asosiasi batubara. "Yang menjadi perhatian pemerintah jangan sampai perusahaan rugi. Kalau perusahaan rugi maka pemerintah enggak dapat royalti dan pajak," ujarnya. Lebih lanjut ia menambahkan, revisi HBA bisa dimulai pada level US$ 60 per ton agar pasar batubara bisa bergairah dan pasar bisa secara perlahan naik. Ia menyimpulkan bahwa mega proyek listrik 35.000 megawatt (MW) mampu menciptakan pasar batubara di dalam negeri. Oleh sebab itu revisi formula HBA diperlukan dalam rangka menggairahkan pelaku usaha. Pasalnya kondisi perekonomian global masih lambat dan rendahnya permintaan batubara dunia. Dia mengungkapkan revisi formula HBA guna menekan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor pertambangan. "PKP2B bilang kalau situasi begini (harga komoditas rendah) dalam tiga bulan ke depan maka bisa terjadi PHK," tandasnya. Kementerian ESDM menetapkan HBA Agustus 2015 sebesar US$ 59,14 per ton. Harga patokan itu turun tipis 0,03% dibandingkan HBA Juli yang mencapai US$ 59,16 per ton. Harga batubara terus mengalami pelemahan sejak awal 2015 yang kala itu berada di level US$ 64,02. Penurunan harga ini paling rendah sejak 2009. Rata-rata HBA tertinggi mencapai US$ 122 per ton di 2011. Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia bilang bahwa pihaknya memandang positif rencana pemerintah merevisi formula HBA. Pasalnya, hal tersebut sejalan dengan usulan yang pernah disampaikan oleh APBI beberapa bulan lalu. "Yang pada intinya mengusulkan agar komposisi Indonesia Coal Index (ICI) porsinya ditingkatkan," tandasnya kepada KONTAN, Selasa (25/8). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Revisi harga acuan batubara selesai September
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal merevisi formula Harga Acuan Batubara (HBA). Revisi formula tersebut ditargetkan rampung pada September bulan depan. Revisi ini bertujuan agar harga batubara di dalam negeri mencerminkan nilai sebenarnya (riil). Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Adhi Wibowo mengatakan, Indonesia merupakan penghasil batubara kalori rendah terbesar di dunia. Namun harga rata-rata jualnya mengacu pada index pasar internasional. Oleh sebab itu, formula HBA direvisi guna mencerminkan kondisi sebenarnya. "Kami menargetkan awal September nanti selesai," jelasnya, di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Selasa (25/8). Dia bilang, HBA merupakan rata-rata harga jual yang berlaku di empat index yakni Indonesia Coal Index, Index Platts 59, New Castle Export Index dan New Castle Global Coal Index. Pihaknya sudah melakukan kajian dan telah menerima masukan dari asosiasi batubara. "Yang menjadi perhatian pemerintah jangan sampai perusahaan rugi. Kalau perusahaan rugi maka pemerintah enggak dapat royalti dan pajak," ujarnya. Lebih lanjut ia menambahkan, revisi HBA bisa dimulai pada level US$ 60 per ton agar pasar batubara bisa bergairah dan pasar bisa secara perlahan naik. Ia menyimpulkan bahwa mega proyek listrik 35.000 megawatt (MW) mampu menciptakan pasar batubara di dalam negeri. Oleh sebab itu revisi formula HBA diperlukan dalam rangka menggairahkan pelaku usaha. Pasalnya kondisi perekonomian global masih lambat dan rendahnya permintaan batubara dunia. Dia mengungkapkan revisi formula HBA guna menekan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor pertambangan. "PKP2B bilang kalau situasi begini (harga komoditas rendah) dalam tiga bulan ke depan maka bisa terjadi PHK," tandasnya. Kementerian ESDM menetapkan HBA Agustus 2015 sebesar US$ 59,14 per ton. Harga patokan itu turun tipis 0,03% dibandingkan HBA Juli yang mencapai US$ 59,16 per ton. Harga batubara terus mengalami pelemahan sejak awal 2015 yang kala itu berada di level US$ 64,02. Penurunan harga ini paling rendah sejak 2009. Rata-rata HBA tertinggi mencapai US$ 122 per ton di 2011. Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia bilang bahwa pihaknya memandang positif rencana pemerintah merevisi formula HBA. Pasalnya, hal tersebut sejalan dengan usulan yang pernah disampaikan oleh APBI beberapa bulan lalu. "Yang pada intinya mengusulkan agar komposisi Indonesia Coal Index (ICI) porsinya ditingkatkan," tandasnya kepada KONTAN, Selasa (25/8). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News