KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan peraturan terkait regulasi pengguna dan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang digunakan untuk industri dinilai Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) sebagai tanda bahwa pemerintah tengah berusaha menarik investasi asing lebih banyak masuk ke Indonesia. Untuk diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Jumat, (11/10) menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 255.K/MG.01/MEM.M/2024 yang merupakan perubahan dari Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023. Dalam peraturan terbaru itu, Kementerian ESDM menghentikan penyaluran HGBT kepada 9 perusahaan namun menambah penerima HGBT kepada 4 perusahaan baru. Adapun, 4 perusahaan itu adalah sebagai berikut: 1. Rainbow Tuburlars Manufactures - Baja 2. PT Indonesia Nippon Steel Pipe - Baja 3. PT Rumah Keramik Indonesia - Keramik 4. PT KCC Glass Indonesia - Kaca Baca Juga: ESDM Rilis Aturan Baru, AKLP Ungkap Belum Ada Kepastian Kelanjutan HGBT Tahun Depan "Penambahan perusahaan baru penerima HGBT dalam Kepmen ESDM tersebut bisa jadi menciptakan kesan bahwa pemerintah berusaha untuk menarik investasi asing, termasuk dari Korea ini," ungkap Analis hukum dari PUSHEP, Bayu Yusya saat dihubungi Kontan, Senin (14/10). Namun menurutnya, penting untuk pemerintah untuk mempertimbangkan bahwa kebijakan HGBT ini juga mungkin merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri dan memanfaatkan teknologi dari investor luar. "Peluang untuk melanjutkan HGBT tahun depan cukup besar, terutama jika mempertimbangkan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan mengatasi masalah dalam sektor energi dan pertambangan. Namun, hal ini juga tergantung pada evaluasi hasil dari program tahun ini serta kondisi pasar yang lebih luas," tambahnya. Bayu menambahkan, jika HGBT tidak dilanjutkan industri Indonesia khususnya 7 industri yang sebelumnya diberikan subsidi gas akan mengalami perubahan signifikan yang negatif. "Seperti terhambatnya proyek-proyek yang sedang berjalan, potensi pengurangan investasi, dan kemungkinan pengurangan tenaga kerja. Hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian bagi industri terkait dan merugikan pertumbuhan sektor tersebut," tutupnya. Baca Juga: Sempat Diimingi Gas Murah, Kini Status HGBT KCC Glass Korsel Dicabut Bahlil Lahadalia
Revisi Penerima HGBT, Pengamat Ungkap Pemerintah Sedang Usaha Keras Tarik Investasi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan peraturan terkait regulasi pengguna dan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang digunakan untuk industri dinilai Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) sebagai tanda bahwa pemerintah tengah berusaha menarik investasi asing lebih banyak masuk ke Indonesia. Untuk diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Jumat, (11/10) menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 255.K/MG.01/MEM.M/2024 yang merupakan perubahan dari Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023. Dalam peraturan terbaru itu, Kementerian ESDM menghentikan penyaluran HGBT kepada 9 perusahaan namun menambah penerima HGBT kepada 4 perusahaan baru. Adapun, 4 perusahaan itu adalah sebagai berikut: 1. Rainbow Tuburlars Manufactures - Baja 2. PT Indonesia Nippon Steel Pipe - Baja 3. PT Rumah Keramik Indonesia - Keramik 4. PT KCC Glass Indonesia - Kaca Baca Juga: ESDM Rilis Aturan Baru, AKLP Ungkap Belum Ada Kepastian Kelanjutan HGBT Tahun Depan "Penambahan perusahaan baru penerima HGBT dalam Kepmen ESDM tersebut bisa jadi menciptakan kesan bahwa pemerintah berusaha untuk menarik investasi asing, termasuk dari Korea ini," ungkap Analis hukum dari PUSHEP, Bayu Yusya saat dihubungi Kontan, Senin (14/10). Namun menurutnya, penting untuk pemerintah untuk mempertimbangkan bahwa kebijakan HGBT ini juga mungkin merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri dan memanfaatkan teknologi dari investor luar. "Peluang untuk melanjutkan HGBT tahun depan cukup besar, terutama jika mempertimbangkan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan mengatasi masalah dalam sektor energi dan pertambangan. Namun, hal ini juga tergantung pada evaluasi hasil dari program tahun ini serta kondisi pasar yang lebih luas," tambahnya. Bayu menambahkan, jika HGBT tidak dilanjutkan industri Indonesia khususnya 7 industri yang sebelumnya diberikan subsidi gas akan mengalami perubahan signifikan yang negatif. "Seperti terhambatnya proyek-proyek yang sedang berjalan, potensi pengurangan investasi, dan kemungkinan pengurangan tenaga kerja. Hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian bagi industri terkait dan merugikan pertumbuhan sektor tersebut," tutupnya. Baca Juga: Sempat Diimingi Gas Murah, Kini Status HGBT KCC Glass Korsel Dicabut Bahlil Lahadalia