Revisi Permen PLTS Atap Belum Rampung, Hitungan Dampak ke PLN Masih Perlu Dirinci



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih diminta untuk merinci perhitungan dampak pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap terhadap kelangsungan bisnis PT PLN. Proses inilah yang membuat molornya pembahasan Revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap. 

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menjelaskan, saat ini Revisi Permen PLTS Atap posisinya masih di Kementerian ESDM. 

“Kami sudah sampaikan ke Sekretaris Kabinet Presiden kembalikan ke sini untuk dikaji lagi terutama menghitung dampak terhadap PLN, perihal pengurangan penerimaan, dampaknya nanti kalau ada sisi penambahan subsidi, jadi dihitung ulang,” ujarnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (27/10). 


Baca Juga: PLN Bidik Pendapatan Tambahan Rp 2,6 Triliun di 2027 dari Jualan Panel Surya Atap

Meski demikian, Dadan memastikan proses revisi Permen ESDM PLTS Atap tidak akan memakan waktu lama karena mekanisme aturan main sudah disepakati. 

“Hanya memastikan angka (hitungan) ini saja,” tandasnya.

Belum lama ini, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Yudo Dwinanda menyatakan, Revisi Permen PLTS Atap masih proses dan tidak lama lagi akan diterbitkan. 

“Fokus (PLTS Atap) ini ke commercial and industry,” ujarnya di Jakarta Jumat (13/10). 

Yudo menyatakan, saat ini sektor komersial dan industri memiliki kewajiban untuk memenuhi aspek ESG sehingga ingin menggunakan energi bersih. 

“Jadi fokus ke arah sana,” terangnya. 

Sebagai informasi, ada sejumlah poin yang akan tertera di dalam revisi Permen ESDM PLTS Atap yakni tidak adanya pembatasan kapasitas PLTS atap maksimum 100% daya terpasang melainkan berdasar kuota sistem. Kemudian peniadaan ekspor kelebihan listrik. 

Poin lain yang diubah ialah penghapusan biaya kapasitas untuk pelanggan industri (sebelumnya 5 jam). Waktu pengajuan pemasangan PLTS atap yang dibatasi 2 kali dalam setahun. Dan adanya ketentuan peralihan untuk pelanggan eksisting yang telah memasang PLTS atap sebelum revisi dikeluarkan. 

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, revisi Permen ESDM No 26/2021, walaupun dalam pandangan AESI tidak ideal, tapi merupakan win-win solution bagi PLN dan pelaku usaha PLTS Atap dan konsumen dalam kondisi over capacity listrik saat ini. 

“Fakta ini harus diterima oleh semua pihak, dengan harapan situasi di masa depan akan semakin membaik dan PLTS Atap masih bisa tumbuh,” ujarnya beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, revisi Permen ESDM bisa memberikan kepastian bagi konsumen yang ingin memasang PLTS Atap dan pelaku usaha. Selain itu dapat mendukung tercapainya target Program Strategis Nasional PLTS Atap sebesar 3,6 GW pada 2025. 

Adapun sejak pemerintah mengumumkan revisi permen, banyak calon pelanggan PLTS atap dari berbagai sektor cenderung menunggu (wait and see) sehingga peningkatan jumlah pelanggan dan kapasitas terpasang PLTS atap hingga tengah tahun 2023 masih lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. 

Baca Juga: Tantangan Mengalirkan Rupiah dari Setrum Tenaga Surya

“AESI mendesak agar revisi peraturan ini, yang saat ini masih tertahan di meja Presiden, segera disahkan, sehingga memberikan kepastian bagi konsumen dan pelaku usaha yang saat ini masih wait and see,” tegasnya. 

Adanya kepastian ini juga akan membuat sistem PLTS Atap yang telah dipasang di berbagai bangunan komersial dan industri sejak tahun lalu, yang diperkirakan telah mencapai 200-300 MWp, dapat segera tersambung. 

AESI menyadari meski peniadaan ekspor kelebihan listrik akan menurunkan keekonomian PLTS atap terutama untuk pelanggan rumah tangga kecil, yang beban puncaknya cenderung di malam hari. Tetapi kepastian dan jaminan kemudahan prosedur pemasangan sesungguhnya menjadi faktor penting bagi kelompok rumah tangga mewah atau early adopters. 

Early Adopters yaitu pengadopsi teknologi yang tidak terlalu sensitif pada keekonomian yakni kelompok rumah tangga R2 (3500 - 5500VA) ke atas. 

Berdasarkan survei pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) di 7 provinsi di Indonesia pada 2019 - 2021 terdapat 2% rumah tangga yang masuk dalam kategori early adopters, dan early followers (yang akan mengikuti jika ada contoh dan keekonomian membaik) di kisaran 11% sampai 19%. 

Kelompok early adopters memiliki kemampuan finansial untuk memasang PLTS Atap dan tidak terlalu terpengaruh dengan pembatasan ekspor. 

Fabby menyatakan, pengesahan revisi Permen ESDM No 26/2021 akan memperkuat pengambilan keputusan early adopters dan early followers, termasuk membuka pilihan penggunaan sistem penyimpanan energi (baterai) untuk mengoptimalkan produksi listrik surya yang tidak bisa diekspor untuk dipakai di malam hari. 

Pilihan sistem dengan baterai ini sudah mulai banyak diminati dan dengan semakin banyak pengguna, diharapkan harga sistem PLTS atap dengan baterai juga lebih menarik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi