Revisi Permen PLTS Atap Bisa Tekan Penjualan Panel Surya di Segmen Residensial



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan yang menjual panel surya menyatakan penjualan ke segmen residensial bisa tertekan dengan adanya revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang salah satu poinnya meniadakan mekanisme ekspor listrik yang tidak dihitung sebagai pengurang tagihan. 

Director ATW Solar Residensial, Chairiman menyampaikan pada dua minggu lalu telah dilakukan public hearing oleh Kementerian ESDM yang membahas tentang Permen PLTS Atap. Pada acara tersebut dapat dilihat bahwa arah pemerintah ingin menghilangkan kebijakan ekspor impor energi berlebih dari solar panel. 

“Menurut kami ini cukup berdampak terhadap kemauan masyarakat untuk membeli solar panel karena harga panel surya sendiri saja sudah mahal ditambah dengan peraturannya tidak mendukung,” jelasnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (17/1). 


Baca Juga: Ini Dampak Bila Mekanisme Ekspor Listrik PLTS Atap Dihapus

Padahal, pihaknya berharap masyarakat bisa mendapatkan manfaat sebanyak-banyaknya dari penggunaan panel surya. Namun dengan adanya peraturan ini, kemauan pelanggan bertransisi menggunakan PLTS Atap bisa saja berkurang. 

Di tahun ini ATW Solar menargetkan pemasangan panel surya sebesar 50 MW di mana segmen residensial masih berkontribusi kurang dari 5%. Menurut Chairiman masih mininya kontribusi residensial karena adanya peraturan yang kurang mendukung. 

“Kalau di kantor dan industri cocok pake solar panel tanpa ekspor listrik bisa langsung dipakai. Kalau rumah kebalikannya siang kita ada di rumah maunya pake malam hari itu yang cukup berdampak pada siang hari tidak bisa ekspor listrik,” terangnya. 

Demi menyiasati hal ini, ATW Solar berusaha untuk menawarkan pelanggan untuk memasang baterai untuk menyimpan listrik sehingga kelebihan energi di siang hari bisa disimpan dan digunakan di malam hari.

Namun sayang, investasi baterai untuk PLTS Atap masih terbilang mahal. Chairiman mengungkapkan kalau dengan baterai maka harga PLTS Atap bisa dua kali hingga tiga kali lipat lebih mahal. 

Chief Commercial Officer SUN Energy, Dion Jefferson juga menilai ketiadaan mekanisme ekspor listrik sebagai pengurang tagihan menekan minat pemasangan PLTS atap, terutama pada segmen residensial.

“Segmen residensial sudah meningkat kontribusinya dari sekitar 5% menjadi sekitar 10% saat ini. Masih banyak potensi dari sektor residential yang bisa dikerjakan,” ujarnya saat dihubungi terpisah. 

Baca Juga: Revisi Permen PLTS Atap: Hapus Skema Ekspor-Impor dan Pasang PLTS Dibatasi Kuota

Menurut data Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), ada 4 juta rumah tangga yang masuk dalam kriteria potensi yang besar. Lewat potensi yang besar ini, SUN Energy tetap mengembangkan sektor industri dan residensial dengan target pencapaian minimal 2 kali lipat dari target 2022.

Namun dengan adanya tantangan revisi kebijakan tentang PLTS Atap diperkirakan permintaan tetap akan tumbuh, hanya saja kapasitas per-proyek atau per-pelanggan tidak sebanyak sebelumnya. 

Setali tiga uang, Direktur Utama PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY), Jung Fan mengatakan, mekanisme ekspor listrik PLTS atap sebagai pengurang tagihan merupakan daya tarik bagi segmen pelanggan residensial. Oleh karenanya, peniadaan mekanisme tersebut bisa berdampak terhadap minat pemasangan PLTS atap pada segmen tersebut.

“Tahun 2023 perspektif perusahaan kami perihal PLTS Atap khususnya residential kurang prospektif karena isu rencana peniadaan ekspor kelebihan daya listrik,” tutur Jung Fan. 

Jung Fan menyatakan, dengan adanya rencana penghapusan ekspor kelebihan daya, maka segmen residential kurang begitu diminati. Namun JSKY tidak bisa memaparkan dengan terperinci kontribusi penjualan dari residensial karena data yang tidak memadai. Dia bilang Perusahaan tidak melakukan penjualan langsung ke end user untuk segmen tersebut. 

Maka itu, di tahun ini JSKY memilih tetap mengembangkan solar panel atap untuk mendukung permintaan di sektor industri yang fokus pada insentif karbon maupun program-program cost reduction

Ketua Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia, Eddie Widiono menyampaikan solar panel merupakan energi terbarukan yang diharapkan memiliki umur yang panjang. Solar PV di segmen residensial akan mewujudkan merdeka energi di mana suatu energi langsung ditarik dari alam dan bisa langsung digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. 

Baca Juga: Ada Pembatasan Pemasangan PLTS Atap, AESI Akan Surati Menkeu Lagi

“Tetapi ini hanya membuka pintu saja, setelah kita punya energi alam di rumah masing-masing terbuka peluang yang lain. Misalnya kita tidak harus menitipkan listrik ke PLN. Sekarang ini kalau listrik dari Solar PV berlebihan kita titipkan di PLN baru malam dibalikkan untuk digunakan,” ujarnya. 

Namun menurut Mantan Direktur Utama PLN dua periode selama 2001 - 2008 ini, ekspor impor listrik ke PLN masih dirasa memberatkan bagi perusahaan pelat merah ini. Ke depan, lanjut Eddie istilah merdeka energi bisa diwujudkan dalam bentuk yang lain karena diharapkan teknologi baterai akan semakin murah. 

“Maka sangat boleh kita tidak mengirimkan listrik pakai kawat tapi tukar menukar baterai. Ini sangat memungkinkan,” tandasnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .